Beberpa waktu yang lalu saya mengikuti sebuah meeting internal perusahaan, kendati bukan meeting yang terlalu resmi meeting ini di hadiri oleh beberapa manager, seorang staff dan saya sendiri.
Meeting yang digelar mulai jam 4 sore ini ternyata belum juga selesai kendati telah melewati malam, bahkan sampai jam 8 malam. Agak mengherankan sih karena menururtku hal yang dibahas dalam meeeting ini tidak terlalu penting untuk sampai pulang selarut itu. Karena tidak resmi nya meeting ini maka kesan santai kelihatan jelas disini mulai dari pengaturan kursi duduk yang lumayan berantakan kemudian kertas yang berserakan tak kenal jalur dan yang paling nyata adalah penggunaan bahsa dalam komunikasi meeting ini.
Kami yang berasal dari beberapa suku dan daerah sering membawa bahas-bahasa asal kami dalam beberapa istilah2 yang kami sering sulit menyebutkan dalam bahasa Indonesia ( karena saking beragamnya duku bangssa dengan bahasa ). Elu-Gue terlihat kental keluar dari beberapa Manager yang ada waktu itu, begitu juga beberapa sindiran-sindiran yang berakir dengan sedikit cengengesan.
Saya yang waktu itu mendapat giliran bicara, memulai topik dengan ringan, beberapa pertanyaan dan sanggahan dapat saya jawab dengan lancar tetap dengan bahasa indonesia yang alhamdulillah baik dan benar, hingga saya di hadap kan pada satu pertanyaan yang menharuskan ada jawaban..." Kamu ".
Akhirnya dengan sedikit lantang saya jawab "ya sampeyan to " karena kebiasaan saya yang selalu menghormati orang dan menganggap orang saya ajak bicara itu perlu di hormati makanya saya ambil kata sampean, bukan "Koe " atau "Kon"atau "Awakmu". Seketika suasana sedikit berubah, seorang manager perempuan yang asli jawa timur seketika menertawakan saya tapi dengan mulut sedikit ditutupi, segera saya hentikan pernyataan saya sambil dengan jelas saya tatap matanya...untuk beberapa saat semua terhebti ada sedikit "cekikikan" yang belum juga usai dari perempuan itu sampai peserta lain berkata, silahkan lanjutkan Fim, minta nya kepadaku.
Setelah kejadian itu sepanjang perjalanan saya berfikir, apa ada yang salah dalam diriku atau perkataan ku. kenapa istilah sampeyan yang sederhana tapi penuh makna dan keindahan malah di jadikan bahan guyonan dan orang jawa sendiri yang menertawakan nya, Loh kan Aneh to???i, ditengah melunturnya budaya-budaya bangsa sendiri, Aku temukan jelas di depan mataku, cikal bakal melunturnya budaya bangsa bahkan diawali oleh seorang manager dengan pendidikan tinggi, Berarti ini bisa menyerang siapa saja, jika bisa menyerang siapa saja berarti bisa juga disembuhkan oleh siapa saja juga.
Budaya "Bro" lebih dipasarkan dan digandrungi dari pada "Mas", "Sampean","Panjenegan" atau apa pun itu yang penting budaya nenek moyang. Kenapa harus "Bro" apa sih istimewanya kata-kata "Bro" di dalamnya tidak ada doa dan penghormatan.
Bandingkan dengan budaya-budaya bangsa Indonesia yang lebih tertata dan ada klasifikasi jelas dalam pemaknaan serta penggunaan nya, Semoga Budaya bangsa ini tetap ada dan dikenal serta dimaknai tidak hanya sekedar ada dan dikenang.
Karena kita adalah buku sejarah hidup bagi generasi selanjutnya. "Selamatkan budaya kita"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H