Mohon tunggu...
Supebrianto
Supebrianto Mohon Tunggu... Jurnalis - rakyat kecil

Rakyat yang peduli adalah rakyat yang kritis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Di Balik Kebijakan Pemerintah tentang Omibus Law Cilaka Terdapat Penolakan dari Masyarakat

6 Februari 2020   01:16 Diperbarui: 6 Februari 2020   01:31 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Setelah berakhirnya masa pemilu serentak yang diadakan oleh Komisi Pemilihan Umum. Salah satunya yaitu memilih presiden dan wakil presiden masa jabatan 2019-2020, dan hasil dari pilihan rakyat terpilihlah pasangan Ir. joko widodo dan wakilnya KH. Amin ma'aruf. 

Pelantikan pasangan terpilih tersebut digelar di gedung DPR/MPR, Jakarta pada hari minggu tanggal 20 oktober 2019. Setelah dilantik sebagai presiden terpilih, jokowi bergerak cepat untuk melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai diperiode sebelumnya berbagai kebijakan diambil oleh jokowi diantanya dengan merombak jajaran para menterinya. Sejumlah tokoh bergabung dalam pemerintahan jokowi termasuk lawan politiknya pada saat pemilu kemarin. 

Selain itu beberapa target dicanangkan oleh jokowi diantaranya mengenai kebijakan omibus law cipta lapangan kerja. Sebelum 100 hari setelah pelantikan Jokowi mendorong agar proses omibus law tersebut selesai salah satunya omibus law cilaka. Namun dari beberapa pihak menolak tentang omibus law cilaka tersebut. 

Koalisi Masyarakat Sipil berpandangan penyusunan seperangkat Omnibus Law ini menggunakan cara sewenang-wenang karena informasi yang tidak transparan dan hanya melibatkan segelintir elite. Anggota Satgas Omnibus Law diisi oleh gabungan pengusaha dan sama sekali tidak melibatkan masyarakat sipil. 

Pendekatan represif dalam penyusunan Omnibus Law pun digunakan yaitu Presiden memerintahkan Kejaksaan Agung, Polri, hingga BIN untuk "mendekati pihak-pihak yang menolak Omnibus law." 

Penyusunan Omnibus Law yang telah dimulai sejak Oktober 2019 itu ditargetkan rampung pada akhir Januari 2019, dan ketika disahkan akan mengikat dan berdampak besar pada orang banyak. Kontroversi tidak hanya dari sisi formal penyusunan perundang-undangan, tetapi juga kekhawatiran terkait materi muatan yang akan diubah dengan kelima Omnibus Law ini. 

Salah satu RUU yang beredar dimasyarakat adalah RUU tentang cipta lapangan kerja. Mereka beranggapan bahwa materi RUU tersebut mengkhawatirkan karna akan menghilangkan dari beberapa pasal yang akan berpotensi melemahkan karena akan menghapus kontrol publik, mengembalikan kekuasaan yang sentralistik dengan menarik berbagai kewenangan ke pusat, serta mewadahi pasal-pasal bermasalah yang pernah disoroti/diuji publik di masa lalu. 

Beberapa tuntutan dari masyarakat dari RUU CILAKA ini diantaranya menuntut pemerintah untuk menghentikan RUU CILAKA, menuntut pemerintah berfokus pada pemenuhan hak-hak masyarakat miskin, marginal, dan kelompok rentan, menuntut pemerintah melibatkan masyarakat, termasuk perempuan dan kelompok minoritas lainnya, secara sungguh-sungguh dalam setiap proses perubahan kebijakan. Mereka beranggapan bahwa jika RUU tersebut dilanjutkan maka kondisi pekerja atau buruh akan semakin memburuk banyak PHK terjadi, status pekerjaan mereka tidak jelas, upah semakin kecil, dan pesangon semakin kecil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun