Belum lagi dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia di periode kedua, kini masyarakat Indonesia banyak yang membincang tentang kegagalan Presiden Jokowi membela kepentingan rakyat, akibat kepanjangan tangannya dianggap belum becus mengelola manajemen yang terkait kepentingan hak hidup orang banyak.
Bukannya mengoreksi dan mencoba memperbaiki apa yang salah dalam manajemen pengelolan publik khususnya kasus BPJS Kesehatan dan Listrik, malah para pembantu di pemerintahannya berduyun-duyun mengambil sikap dan tindakan potong kompas dengan mengorbankan rakyat.
Tak pelak rencana pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan kelas II juga pencabutan subsidi 24,4 juta pelanggan listrik 900 VA pada 2020 bak pukulan telak ke jantung dan hati rakyat.
Hanya dalam waktu berselang sekitar satu pekan saja, bawahan Presiden Jokowi ramai-ramai ambil keputusan yang tak populer dan menciderai hati dan pikiran rakyat.
Akibatnya jelas. Berbagai pihak pun menolak dengan tegas. Di antatanya dari anggota DPR, buruh, pengusaha, pelaku UMKM, hingga tentu saja para netizen alias masyarakat.
Bahkan ada yang menyebut bahwa dua rencana pemerintah ini ibarat bak pukulan uppercut yang dihujamkan dua kali ke uluh hati rakyat.
"Boleh disebut sebagai pukulan ganda terutama bagi masyarakat dari golongan ekonomi menengah ke bawah," ujar analis politik Exposit Strategic Arif Susanto kepada awak media di Jakarta, Rabu (5/9/2019).
Apa pasalnya? Rencana pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan dan pencabutan subsidi 24,4 juta pelanggan listrik 900 VA sulit diterima dengan akal sehat.
Bawahan Presiden banyak yang berpikir pendek, bukan menyelesaikan akar masalah yang mereka sendiri buat, namun malah justru rakyat yang pertama diminta untuk menanggung beban persoalan tersebut.
Banyak analisis dan kesimpulan yang telah beredar di media, bahwa problem pokok yang menjerat BPJS Kesehatan maupun PLN adalah mismanajemen di pemerintahan sendiri, Â carut-marut pengelolaan BPJS Kesehatan dan PLN yang sudah akut.
Seperti telah beredar infomasi di media tentang pembahasan BPJS Kesehatan dengan DPR, audit BPKP mengungkapan bahwa banyak data bermasalah dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).