Ia menyebutkan, cara Jokowi seperti cara marah yang kerap ditunjukkan oleh Presiden ke-1 RI, Soekarno, yang kerap menggunakan cara-cara Jawa.
Cara itu, jelas dia, marah menggunakan kata-kata yang halus, tetapi "menampar" dengan tepat terhadap objek yang menjadi tujuan.
Melihat diksi "orang-orang pintar" yang digunakan Jokowi, menurut Sahid, ada arti mendalam di baliknya.
"Dalam konsepsi Jawa Tradisional, 'wong pinter' itu, pertama, artinya orang yang sepuh (matang), orang yang ono babagan sak kabehe (segala sesuatu ada di dia). Dua, wong kang ngerti sak durunging winaras (mengetahui segala hal sebelum terjadi)," jelas Sahid.
Artinya, orang pintar bisa membaca tanda-tanda sebelum terjadinya sesuatu sehingga dapat melakukan tindakan antisipatif untuk menghindari sesuatu yang fatal.
Orang yang tidak pernah terlena, orang yang selalu eling lan waspodo (ingat dan waspada), tunduk, takluk, dan sami'na wa ato'na (mendengar dan patuh) dalam tugas-tugasnya," tambah Sahid.
Dalam konteks kalimat kemarahan yang disampaikan Jokowi, Sahid menilai Jokowi menaruh kepercayaan pada para pembantunya, dalam hal ini pejabat PLN.
Menurut Sahid, Jokowi memandang mereka adalah orang-orang yang ahli di bidangnya. Karenanya, seharusnya para pejabat PLN bisa menguasai sistem peringatan dini yang ada sebelum akhirnya benar-benar terjadi blackout.
Cara marah orang Jawa yang semacam ini disebutkan Sahid memiliki tujuan tertentu, yakni untuk memperhalus emosi yang akan disampaikan.
"Nah fungsinya kata-kata itu untuk menyublimasi efek keras yang mungkin terjadi dari kalimat itu. (Di Jawa) Dimarahi saja pakai lagu kok. Jadi, yang dimarahi akan sampai pada kesadarannya, 'Oh Bapak ini marah'," jelas Sahid.
Terkait dengan kemarahan Presiden yang hanya diwakili oleh diksi "orang-orang pintar", publik sepak bola nasional yang telah menjadi saksi "padamnya sepak bola nasional" dan telah berlangsung selama 89 tahun sejak PSSI resmi berdiri 29 April 1930, hingga kini semakin ruwet, publik berharap agar Presiden juga marah kepada PSSI.
Sepak bola nasional selama ini hanya dikuasai oleh pengurus PSSI dan 85 voter. Padahal sepak bola nasional termasuk olahraga yang menafkahi hajat hidup orang banyak.