Akibat Pilpres 2019, kata "makar" yang maknanya cukup mengerikan, seharusnya tidak menjadi konsumsi publik, ternyata kini begitu mudah diucapkan atau ditulis di media massa.
Sebenarnya makar itu apa? Makar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki tiga pengertian: (1) akal busuk/tipu muslihat; (2) dengan maksud membunuh atau menyerang; (3) menggulingkan pemerintah.
Sedangkan, makar dalam hukum positif diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diatur secara tersebar. Yaitu, Pasal 104 tentang makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden dan Wakil Presiden; Pasal 106 tentang makar dengan maksud memisahkan diri dari Indonesia; Pasal 107 tentang makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah; Pasal 108 tentang makar pemberontakan yaitu melawan pemerintah dengan senjata; dan, Pasal 110 makar tentang permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut pasal 104, pasal 106, pasal 107, dan pasal 108.
Atas dasar pemahaman tentang makar secara arti maupun secara hukum tersebut, rakyat awam banyak bertanya, dalam kontestasi Pilpres 2019, kebetulan petahan Presiden Joko Widodo juga mencalonkan/dicalonkan kembali menjadi Presiden untuk periode berikutnya dengan nomor urut Pasangan Calon (paslon 01).
Yang membikin rakyat kebayakan bingung, selama proses hingga berakhirnya pengumuman pemenang Pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), mengapa kata-kata makar terus menggaung, bahkan sudah banyak korban yang ditangkap akibat dituduh makar.
Kebetulan, hampir semua korban yang dituduh makar adalah dari pihak pendukung paslon 02.
Bila di tilik dari makna makar sesuai KBBI maupun dari sudut pandang hukum, nampaknya selama ini apakah pihak keamananan pemerintah Indonesia tidak salah memaknai tentang makar ini? Sehingga banyak individu yang bahkan kini telah ditahan dan dijadikan tersangka.
Padahal semua hal yang akhirnya dituduhkan berbau makar, sebetulnya tidak sama sekali berkaitan dengan makna makar yang ada dalam KBBI dan UUD tentang makar.
Bukankah semua yang dilakukan tokoh yang dianggap makar dilakukan dalam kontestasi politik, yaitu Pilpres, yang tentu saja bukan menyerang Presiden maupun menyerang pemerintahan.
Namun menyerang paslon 01 yang kebetulan adalah Presiden. Jadi, mengapa masalah makar di selewengkan begitu jauh. Bukankah semua yang dilakukan oleh pihak yang dituduh makar, arahnya adalah melawan kecurangan dari Paslon 01 dan kubunya? Bukan menyerang Presiden Jokowi.
Jadi ini persolannya adalah saling serang dan berseteru antara paslon dengan berbagai strategi politiknya. Mengapa konteksnya menjadi makar terhadap Presiden atau pemerintahan?