Isu pendidikan yang selama ini hampir tidak tersentuh dalam perang urat syaraf antar pendukung kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden, ternyata kini terjawab.
Adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lah yang menilainya.Mengapa selama ini isu pendidikan tidak menggelora dan tidak menjadi santapan empuk untuk menciptakan hoak?
Mengapa pendukung paslon 1 tidak menggebu berkampanye menyoal pendidikan? Mengapa pula paslon 2 juga tidak gencar mengulas ketertinggalan pendidikan di Indonesia?
Begitu sulitkah mengatasi persoalan pendidikan di Indonesia yang terus tertinggal?
Nyatanya, jelang debat calon wakil presiden pada 17 Maret mendatang, hari Ini, Â dalam acara Graduation Apple Developer Academy di Green Office Park, Tangerang, Selasa (12/3), Sri Mulyani menyampaikan penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih belum memadai, padahal, pemerintah telah menganggarkan anggaran pendidikan sebesar Rp 492,55 triliun atau 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Sistem edukasi yang dianggarkan 20% dari APBN masih belum memadai. Kami kecewa karena beberapa lulusan bahkan tidak sampai ke tingkat yang kami harapkan," ungkap Menteri Keuangan di Republik ini.
Namun ada yang aneh dari pernyataan ibu menteri ini. Menurut Sri Mulyani, Indonesia masih relatif baru dalam menangani masalah ketertinggalan, pengurangan keluarga miskin, dan menyejahterakan penduduk terluar. Benarkah Indonesia masih relatif baru dalam menangani masalah ketertinggalan? Harus dibuktikan data dan faktanya.
Meskipun pernyataan Sri Mulyani didasarkan atas skor Penilaian Siswa Internasional (PISA), menilai kualitas siswa berdasarkan ilmu pengetahuan, membaca, dan matematika yang menyatakan Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara Asean lainnya dalam 10 tahun terakhir, padahal anggarannya besar, tetapi masih ada masalah dalam penggunaan yang tidak efektif.
Apakah 10 tahun terakhir masih dianggap relatif baru?
Sri Mulyani juga menilai permasalahan yang perlu di atasi ialah merancang pembangunan manusia dengan cara yang lebih kuat, inklusif dan berkelanjutan.
Selain itu, setiap rupiah yang dikeluarkan dari APBN untuk pembangunan manusia perlu diarahkan pada kualitas yang nyata.