Berbagai persoalan sepakbola nasional mulai dari masalah suporter, Liga 1, Liga 2, Liga 3, pengaturan skor, terbentuknya Satgas Antimafia, Piala Indonesia, Pengurus PSSI dan suporter berpolitik, rangkap jabatan, pengurus PSSI yang memiliki klub, pemilihan pelatih Timnas, persiapan Timnas, U-22 yang tidak dibebani target Piala AFF 2019, pertemuan darurat Exco PSSI, Komite Perubahan Sepak Bola Nasional (KPSN) mengundang voters, isu pembekuan, komentar pihak Kemenpora yang terus mengapung, itu sewajibnya dapat dicarikan solusinya di Kongres PSSI 20 Januari 2019 mendatang. Namun, Kongres yang bahkan udangannya sudah diterima oleh para voters di tanah air, juga masih ada wacana pindah lokasi dari Bali ke Medan.
Selama ini seluruh persoalan sepak bola nasional tersebut diramaikan oleh media dan para netizen di media sosial. Seolah kicauan dari media maupun netizen dapat memengaruhi kondisi yang bagai benang kusut ini.
Segencar-gencarnya media dan para netizen (baca: publik sepak bola nasional) menyuarakan kritik, saran, masukan, dan semacamnya, tidak akan berpengaruh apa-apa bagi PSSI maupun sepak bola nasional. Mengapa?
Yang memiliki kuasa atas semua itu, masukan, saran, usulan, hingga regulasi-regulasi baru yang sesuai statuta FIFA, hanyalah para voters yang memiliki hak suara di PSSI.
Jadi, selama para voters tidak terbuka hati dan memiliki niat memperbaiki sepak bola Indonesia, maka mustahil harapan publik pecinta sepak bola nasional melihat perubahan signifikan akan sepakabola nasional yang terus berkubang dengan berbagai masalah.
Salah satu usulan yang nyaring disuarakan publik adalah, PSSI dibersihkan dari pengurus yang menjabat sekarang bila sepak bola nasional akan berubah dan berprestasi. Akar masalah sepak bola nasional adalah pada Kepengurusan PSSI.
Tetapi bila suara publik tidak direalisasikan oleh para voters di Kongres mendatang, percuma ada harapan sepakbola nasional akan bersih dan berprestasi, serta jauh dari berbagai kepentingan.
Nah, sekarang yang perlu diperhatikan oleh publik sepakbola nasional, adalah para voters yang memiliki hak suara.
Siapa mereka dengan segala latar belakangnya. Selama ini, voterspun tidak pernah terlepas dari berbagai kepentingan, ada taktik, intrik, dan politik di dalamnya, suarapun bisa jadi dijual belikan seperti kasus pengaturan skor.
Jadi, sampai kapanpun, lingkaran sepakbola nasional memang hanya terdiri dari berbagai kepentingan individu dan golongan/kelompok yang dapat dimainkan sekaligus disutradarai oleh mereka, para voters yang juga disutradarai oleh pihak lain.
Itu sebab, KPSN memanggil para voters ke Jakarta. Karena voters lah yang memang berperan vital untuk perbaikan sepakbola nasional. Sadarlah segenap publik sepakbola nasional, harapan perbaikan sepakbola nasional palang pintu dan jalan keluarnya hanyalah di pundak para voters.