Bagi Bahrain, persoalan teknik dan speed dalam permainan tidak menjadi penting lagi, namun bagaiaman mereka cerdas mengatur semua skenario dalam bertanding. Model Bahrani adalah model yang sering dilakukan tim-tim kelas dunia. Semua pemain telah mahir dalam taktik dan intrik, demi menggapai kemenangan meski dengan menghalalkan segala cara.
Sementara pemain kita masih terlihat polos, hanya berpikir bermain bola dengan teknik dan kecepatan, namun jauh dari pemikiran cerdas. Buntutnya, emosi juga susah terkendali. Sepanjang babak 1 dan 2, jangankan pemain di lapangan, penonton di Stadion dan di rumahpun gondok atas semua perilaku pemain Bahrain.
Tapi lihat, berapa kartu yang diberikan oleh wasit atas sikap pemain Bahrain yang mengulur waktu, pura-pura cidera, memprovokasi? Wasit hanya memanggil dan mengingatkan. Dan dalam sepakbola modern, kasus sikap pemain Bahrain seperti tadi, menjadi sah-sah saja, dan itulah potret sepakbola dunia masa kini.
Ayo Milla, kasih asupan menyoal intelgensi dan personaliti pada penggawa muda ini, jangan melulu teknik dan speed yang hasilnya seperti telah terbukti tadi.
Hargailah perasaan klub yang berpolemik atas pemain timnas ini. Beri kelegaan pada mereka, karena pemain yang diperbutkan memang menjadi pilihan utama Anda.
Bagaimana selanjutnya penggawa muda U-23 ini menyiapkan cara meladeni Korea Utara dan Uzbeistan? Masihkan Milla coba-coba? Atau sudah dapat kerangka demi menuju Asian Games dan torehkan prestasi? Ayo U-23, jangan polos!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H