Apakah seluruh pelatih timnas sepak bola putra harus disibukkan dengan urusan fisik dan skillpemain? Rasanya, publik sepak bola nasional pasti tertawa membaca komentar Sekjen PSSI usia uji tanding melawan mantan pemain timnas yang sudah uzur. Untuk apa uji coba semacam itu?
Meski ada keterbatasan teknik dan fisik pemain timnas  wanita, karena mereka memang berasal dari tim antah berantah dalam arti tidak terlibat dalam kompetisi reguler, seperti sepak bola pria, hadapkan mereka dengan tim sepak bola yang benar. Boleh pria atau wanita. Dan benar-benar demi mengukur kemampuan.Â
Asian Games dan Piala AFF jangan jadi bulan-bulanan!
Menghadapai event Asian Games dan Piala AFF tahun 2018 yang tinggal hitungan hari, tentu tidak ada waktu bagi timnas wanita dan pelatihnya untuk memutar waktu persiapan. Yang paling logis dan masuk akal, bagaimana caranya agar timnas sepak bola wanita Indonesia tidak menjadi bulan-bulanan timnas wanita lawan yang persiapannya jauh lebih mengilap di banding Indonesia.
Semisal, berlatihlah bertahan. Bagaiamana caranya tidak kebobolan banyak gol, karena kondisi dan keadaan tim yang tidak mungkin akan kedatangan dewi penyelamat tim kecuali upaya dari tim pelatih dan pemain sendiri.
Tidak usah berpikir membikin gol kemenangan, berpikir saja tidak kebobolan banyak gol dulu. Sadari bila fisik lemah, teknik lemah, tempatkan saja sepuluh pemain selalu di depan gawang sendiri. Halau setiap bola yang datang. Bila ada kesempatan, satu dua pemain lakukan serangan balik.
Barangkali itu yang harus dipikirkan Satia, ketimbang mengeluh dengan keadaan. Cukup timnas U-19 yang jadi bulan-bulanan 4 gol oleh 3 tim secara beruntun, tanpa ada pemikiran bagaimana agar tidak kebobolan banyak dulu. Bukan mencari menang dan bermain terbuka karena sadar kualitas pemain yang ada. Sadar akan mereka berasal dari mana? Sadar akan mereka belum terbiasa, belum terlatih oleh alam kompetisi!
Untuk Tisha, berpikirlah membumi. Jangan Menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.