"Harus diingat Jepang memang sudah memiliki permainan tim yang top level. Mereka sudah memiliki program pengembangan usia muda yang dimulai sejak 20 tahun lalu," kata Danurwindo di situs resmi PSSI.
"Kita sedang berupaya untuk mengejar itu. Jadi, siapa pun pelatihnya yang menangani tim Indonesia saat ini tidak akan bisa menang karena tim ini masih butuh proses,"
Itulah Ungkapan Direktur Teknik (Dirtek) PSSI, Danurwindo, usai penggawa Merah Putih U-19 di bekap Timnas U-19 Jepang, Minggu 25 Maret 2018.
Menelisik apa yang diungkap oleh Danurwindo, ada tiga hal yang saya perhatikan. Pertama, pembinaan Jepang yang sudah 20 tahun lalu. Kedua, hasil pembinaan terbukti menjadikan Timnas Jepang memiliki permainan top level. Ketiga, adanya fakta dan kesadaran bahwa program pegembangan usia muda Indonesia tidak serius ditangani oleh PSSI terdahulu hingga kini.
Memang sebelum Egy dan kawan-kawan dipermak Timnas U-19 Jepang, pasukan Fachri mampu mempecundangi timnas Jepang U-16 dengan skor 1-0. Saat itu timnas U-16 berhasil melangkah ke final turnamen Jenesys di Jepang usai mengalahkan timnas U-16 Jepang dalam partai semifinal yang digelar di Yamazura Miyazaki Prefectural Comprehensive Sports Park, Minggu (11/3/2018). Puncaknya, setalah di final menyingkarkan Vietnam, penggawa Garuda U-16 menyabet tropi turnamen Jenesys.
Apa yang dipetik timnas besutan Fachri, memang tidak dapat dijadikan tolok ukur. Terlebih, takluknya Timnas U-16 Jepang atas Indonesia, bukan pada level turnamen resmi AFC ataupun FIFA. Jadi, Timnas Jepang, tentu belumlah timnas murni yang terbaik.
Kabar kemenangan Timnas U-16, juga ditanggapi beragam oleh publik sepak bola nasional. Namun, banyak publik sepak bola nasional yang telanjur beranggapan bahwa menang dan juaran timnas usia muda adalah hanya kisah klasik sepak bola usia dini dan muda Indonesia yang sering berprestasi hanya di level usia bawah saja.
Bahkan masih ada yang beranggapan bahwa seringnya timnas usia dini dan muda berprestasi karena pemainnya mencuri umur. Makanya, ketika tampil di level senior, para pemain muda yang bersinar dan membantu menyabet tropi untuk Indonesia langsung melempem di timnas senior.
Kembali menyoal Timnas U-19, bukti bahwa Timnas U-19 dibantai Timnas U-19 Jepang, harusnya semakin menyadarkan PSSI dan seluruh stakeholder terkait, bahwa tahun 2018 yang diharapkan menjadi tahun prestasi sepakbola nasional, harus ditata dengan cerdas.
U-19 dan pelatih harus di level Piala Asia
Saat meladeni Timnas U-19 Jepang, penggawa Garuda yang kini ditangani Bima Sakti, gaya bermainnya hampir tidak ada bedanya dengan cara bermain ala Indra Syafri. Bermain cantik? Apa yang dicari? Jelas Jepang kuat dalam segala hal, intelgensi, personaliti, teknik, dan speed (TIPS), kok Bima menerapkan cara bermain terbuka. Sementara stok pemain yang ada jelas berlevel TIPS berbeda dengan penggawa Jepang.