Senang rasanya membaca berita menyoal sepakbola nasional beberapa jam yang lalu. Katanya "persepakbolaan Indonesia mendapat beberapa keberkahan bersamaan dengan cutinya Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi."
Apa sih keberkahan tersebut? Ternyata ada empat keberkahan yang disiarkan. Namun mengapa berita empat keberkahan tersebut seolah bukan buah dari pekerjaan Sang Ketua Umum PSSI, yang cuti mulai 16 Februari hingga 30 Juni 2018. Keberkahan itu di antaranya, adanya titik terang Liga 1; Egy Maulana Vikri dipinang klub Ekstraklasa, kasta tertinggi liga Polandia; Timnas U-16 Juara di Turnamen Jenessys Jepang 2018; danGelandang timnas U-16 Indonesia, David Maulana menerima penghargaan Pemain Terbaik Turnamen Jenessys.
Yang menjadi persoalan, apakah titik terang Liga 1 tidak ada campur tangan Edy meski cuti? Lalu, apakah Egy secara tiba-tiba tanpa proses dipinang Klub Polandia? Tanpa ada proses bermain di timnas, yang akhirnya dilirik klub mancanegara? Berikutnya, benarkah Fakhri Husaini semudah membalik telapak tangan membawa tim racikannya merengkuh juara dan David Maulana mendapat berkah dari langit begitu saja dengan menjadi pemain terbaik. Seluruh proses dari hasil tersebut, sejak PSSI di nakodai siapa?
Timnas U-16 baru menjuarai turnamen antara untuk menuju event sesungguhnya. Tidak perlu disanjung berlebihan. Biarkan mereka berproses. Ingat bagaimana tim ini tahun lalu begitu rupa disanjung dan pada event sebenarnya tidak berdaya. Saat dulu timnas U-16 merengkuh gelar, disanjung, lalu banyak yang mengakui menjadi bidan lahirnya mereka. Kini hal itupun terjadi lagi.
Biarkanlah timnas U-16 berproses dan dapat membuktikan prestasi di level dan event yang sebenarnya. Karena di tempat itulah target prestasi yang dibebankan, bukan turnamen! Karut-marut Liga 1, apakah di balik cutinya Edy, Joko Driyono menentukan arah dan kebijakan sendiri tanpa nasihat dan petuah Edy di balik layar?
Ayolah buat berita yang masuk akal tentang persepakbolaan nasional yang lebih dapat diterima nalar. Jangan usung pemberitaan yang justru membuat kontraproduktif. Sentimentil dan memihak. Obyektiflah! Sorot saja menyoal waktu yang sangat terbatas di tahun 2018, namun gawean sepakbola nasional oleh PSSI justru ingin diakomodir semua.
Apakah Piala Indonesia tetap masuk akal digulirkan di tengah waktu yang sudah sangat terbatas terutama untuk persiapan timnas di setiap event resmi, yang sudah terjadwal dari jauh tahun sebelumnya? Tidak realistis.
Memuji, tetapi menjatuhkan. Atau menjatuhkan tetapi dengan cara memuji. Rasanya juga harus tetap melihat kontektual fakta yang ada, karena publik sepakbola nasional sejatinya tahu segala persoalan benang kusut sepakbola tanah air. Benarkah berkah itu karena tidak ada nya Edy? He he...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H