Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Melihat Geliat Sepak Bola dari Akar Rumput

10 Februari 2018   09:10 Diperbarui: 10 Februari 2018   19:27 2705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Liga Kompas Gramedia (Sumber: kompas.id)

Gelimang kompetisi sepakbola usia dini (di bawah usia 13 tahun) terus menggelora. Siapa para aktor yang menjadikan pesepakbola talenta-talenta muda Indonesia mendapatkan panggung sebenarnya, yaitu arena mereka mengembangkan bakat dan minatnya dalam olah raga yang memiliki penggemar terbesar di Indonesia dan dunia?

Kids' Soccer Tournament adalah sejarah

Setelah puluhan tahun saya mengamati pergerakan pelatihan, pembinaan, festival, turnamen, hingga kompetisi, persisnya sejak awal mula sebutan SSB muncul, yaitu dalam kancah Kids` Soccer Tournamen" yang diikuti oleh 16 SSB se-Jabodetabek yang direkomendasi oleh Direktur Pembina Usia Muda PSSI saat itu (Almarhum Ronny Patinasarani) dengan dukungan penuh sponsor utama Matahari Department Store tbk., plus dukungan spesial media sekelas Tabloid GO.

Saat itu sungguh sangat indah melihat kolaborasi antara PSSI dengan Direktur Pembina Usia Muda yang langsung bergerak turun, Matahari Department Store tbk. mendukung dengan gelontoran dana, lalu Tabloid GO menjadi corong publikasi.

Yang menarik, saat itu, di organsasi PSSI, meski SSB belum hadir dalam konsep pembinaan persepakbolaan akar rumput, apalagi adanya pemikiran mengenai wadah pembinaan dan pelatihan  bernama SSB, Namun, Ronny justru bergeming dengan menghadirkan inovasi turnamen Kids` Soccer Tournamen" ini.

Lebih menarik lagi, ternyata 16 SSB yang mewakil Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok. (Saat itu Depok belum menjadi anggota Jabodetabek, hingga akhirnya saya mengusulkan lahirnya akronim Jabodetabek melalui artikel di Harian Warta Kota, Kamis, 11 Mei 2000), ternyata belum semua bernama SSB, dan masih berbentuk klub, karena memang sebutan dan nama SSB belum familiar. Oleh Ronny, kecuali ASIOP Apacinti, dari 15 peserta lain yang belum bernama SSB, semua berganti baju menjadi berlabel SSB.

Yah, Kids` Soccer Tournamen", adalah tonggak kebangkitan sepakbola akar rumput Indonesia, tonggak hadirnya sebutan SSB, tonggak turnamen usia muda pertama di Indonesia, dan tonggak hadirnya sponsor dana dan sponsor media terbesar perdana juga. Setelah itu, ke mana PSSI?

Mungkin publik sepakbola nasional tidak banyak yang ingat atau mencatat, bahkan PSSI sendiri barangkali tidak memiliki catatan bahwa peristiwa Kids` Soccer Tournamen" adalah peristiwa bersejarah bagi kelahiran sepakbola akar rumput (usia dini dan muda) dengan wadah bernama SSB di Indonesia.

Upaya standarisasi SSB/Akademi

Sejak hadirnya Kids` Soccer Tournamen", wadah pembinaan akar rumput menjamur. SSB bertebaran di setiap provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, kelurahan, rukun warga (RW), hingga di area rukun tetangga (RT) seantero nusantara, seluruh Indonesia.

Bak air bah, wabah SSB begitu membludak, hingga akhirnya saya mendorong PSSI agar melakukan pengawalan terhadap aset persepakbolaan akar rumput Indonesia dengan menulis artikel Memantapkan Kedudukan SSB (Selasa, 10 Agustus 1999) di Tabloid GO. Tak henti saya mengangkat persoalan SSB dan yang melingkarinya melalui artikel-artikel di Tabloid GO dan lainnya. Namun, pembinaan di wadah yang bernama SSB nyatanya tetap harus berjalan di luar cengkaraman program PSSI.

Saat itu PSSI tetap tak bergeming, hingga memaksa saya menulis Surat Terbuka dalam majalah Garda melalui artikel dengan judul Delima Sekolah Sepakbola yang tayang pada 21 Februari 2001.

Sepakbola sebagai olahraga yang paling digemari lalu jumlah penduduk Indonesia yang besar, menjadikan wadah SSB sangat mudah dibentuk oleh organisasi hingga ke perorangan. Tidak ada standarisasi. Tidak ada yang mengawasi. Bahkan tumpang tindih ada SSB ada Akademi, ironis. Tapi dalam sebuah festival/turnamen/kompetisi yang bernama SSB dan Akademi bergabung menjadi satu. Lucu. Sebenarnya paham dan mengerti kah para pembuat wadah SSB dan Akademi itu? Berdasarkan namanya, maka filosofi dan kurikulum serta wadah mengujinya pun wajib beda. Namun, kerancuan yang terjadi, terus mengalir hingga kini, prihatin!

Wadah PSSI mandul, Individu ada loyalitas

Hingga tahun 2018, pergerakan pelatihan, pembinaan, festival, turnamen, hingga kompetisi, antar SSB/Akademi ternyata terus mengalir bagai air. Meski organisasi PSSI telah melegitimasi pembinaan SSB ada di bawah naungan Asprov, Askab, dan Askot, namun karena mandulnya wadah tersebut, maka kegiatan berbau SSB akhirnya tetap dikendalikan oleh individu penggila sepakbola dan pihak swasta yang memiliki kepedulian terhadap sepakbola akar rumput ini.

Dalam catatan saya, Jabodetabek yang dengan sendirinya, tanpa disadari, ternyata memang telah menjadi barometer pembinaan, pelatihan, hingga kompetisi sepakbola akar rumput, terus menunjukkan eksistensinya di wilayah ini.

Liga Kompas Gramedia (LKG)

Sebut saja pernah hadir Ligana Milo, yang cukup menyedot antusias saat itu, karena berjalan sendiri tanpa pesaing. Namun, munculnya Kompetisi Liga Kompas Gramedia (LKG) yang menaungi talenta muda Indonesia dibawah usia 14 tahun, kiblat kompetisi SSB menjadi milik LKG. Memang sejak kelahirannya hingga kini, LKG di bawah naungan SURAT KABAR Harian Kompas, hanya berpusat di Jakarta, namun peserta yang terdiri dari SSB se-Jabodetabek, pada dasarnya sudah rasa Indonesia, karena pemain-pemain dari berbagai SSB peserta telah mengakomidir pemian dari daerah lain seantero Indonesia.

Salut. LKG menjadi satu-satunya kompetisi yang terus menjaga kredibilitas melalui regulasinya hingga pemian jebolan LKG juga telah unjuk gigi dalam kancah Gothia Cup, turnamen usia muda Dunia.

Liga TopSkor

Setali tiga uang, bukan bermaksud untuk menyaingi namun dengan dasar melengkapi dan menyumbangkan tenaga untuk mengakomodir talenta muda Indonesia, media olahraga terlaris di Indonesia Harian TopSkor, meluncurkan Liga dengan sebutan LTS.

Bila LKG mengakomodir usia 14 tahun, maka LTS mengkomodir usia 13 tahun, 15 tahun, dan 16 tahun. Bahkan kini telah memutar kompetisi di 8 kota Indonesia. Luar biasa.

Bila LKG yang hadir lebih dahulu telah memiliki dukungan sponsor kuat, maka LTSpun kini telah digandeng oleh sponsor tingkat dunia. Sama seperti LKG, pemain terbaik jebolan LTS pun telah mengenyam rasanya berturnamen usia muda di tingkat dunia Gothia Cup.

Indonesia Junior Soccer League

Wadah kompetisi SSB terus bergayung sambut. LKG hadir, LTS hadir. Sempat pula ada Liga Bola. Ada Liga Pertamina dan liga-liga lain yang tidak dapat saya sebut satu persatu, setelah kelompok usia 13, 14, 15, dan 16 tahun diakomodir dalam kompetisi bernama LKG dan LTS, adik-adiknya yang berusia 8, 10, dan 12 tahun ternyata diakomodir oleh  Indonesia Junior Soccer League (IJSL).

Luar biasa, IJSL akhirnya menjadi pelengkap kepedulian individu dan pihak swasta dalam menggelorakan pembinaan, pelatihan, hingga kompetisi usai dini dan muda.

Bila dalam konsep berpikir secara gradatif pembinaan organisasi, maka IJSL bukan hanya sarana kompetisi usia 8,10, dan 12 tahun, namun lebih penting IJSL adalah sarana penggembelengan manajemen SSB. Mengapa? Karena dalam IJSL tidak dikenal sistem regulasi kompetisi bernama degradasi tim. Yang ada adalah degradasi tim dari kesertaan kompetisi IJSL karena manaejem SSB (pengurus dan orangtua) belum lulus mengikuti kompetisi dari segi organisasi.

Berbeda dengan LKG dan LTS, wadah kompetisi ini telah menerapkan regulasi degradasi tim dari hasil kompetisi. Jadi wadah LKG dan LTS, benar-benar hanya dapat diikuti oleh SSB-SSB yang telah lulus manajemen organisasi dan manajemen pembinaan dan pelatihan. Meski dalam menurunkan pemain sudah mengkomodir pemain dari SSB lain dan dari daerah lain di Indonesia, tetap sah sebagai wadah yang mumpuni.

Sumbang pemain timnas

Secara urut usia pembinaan, hadirnya IJSL, LKG, dan LTS, tanpa disadari telah saling bahu-membahu melahirkan pemain-pemain hebat yang kini telah berjersey timnas Garuda di U-16, U-19, dan U-23.

Jadi ketiga wadah tersebut sama-sama telah berandil tanpa bisa dikotak-kotakkan. IJSL tidak bisa mengakui sendiri pemain timnas adalah jebolan liganya. Begitupun LKG dan LTS, sama-sama tidak dapat saling mengaku bahwa pemain yang sekarang di timnas adalah murni pemian yang dibina dalam kompetisinya. Yang benar-meraka adalah hasil pembinaan dan kompetisi ketiganya. Bravo untuk IJSL, LKG dan LTS.

IJL dan Asosiasi lain

Melengkapi kompetisi SSB yang terlebih dahulu mencengkaram Jabodetabek dan Indonesia, saya juga mencatat, Indonesia Junior League (IJL) kini dapat diperhitungakan menjadi pelengkap kompetisi IJSL, LKG, dan LTS.

Saya juga mencatat kompetisi hebat yang dilakukan oleh Asosiasi SSB yang di dirikan oleh berbagai pihak di Indonesia, namun karena para SSB anggota Asosiasi tersebut juga menjadi peserta kompetisi IJSL, LKG, dan LTS, mungkin dalam kesempatan berikut saya akan menyorot Asosiasi semacam FOSSBI, Blispi, LPM dan lainnya.

Kembali menyoal kehadiran IJL, IJL adalah kompetisi sepak bola usia dini dengan level berjenjang, saya catat eksistensinya mulai dikibarkan sejak 17 Agustus 2014. IJL menarik, karena Sang operator saya anggap bukan orang baru dalam sepakbola akar rumput, maka IJL yang pada tahun 2018 akan menggulirkan kompetisi edisi ke-4, semakin menambah angin segar dan melengkapi kompetisi sepakbola akar rumput yang dihelat pihak swasta.

IJL, juga menggelar kompetisi yang tidak berbenturan dengan kakaknya IJSL, LKG, dan LTS, karena IJL mengakomodir di level usia 9 dan 11 tahun.  IJL juga mengakomodir SSB se-Jabodetabek. Meski belum begitu mengapung ke permukaan seperti kompetisi IJSL, LKG, dan LTS, IJL tetap menjanjikan harapan yang sama  untuk pembinaan bibit sepakbola usai dini dan muda Indonesia.

Untuk edisi ke-4, IJL juga telah dinaungi sponsor, hinga pada gelaran kompetisi 2018 ini, nama IJL menjadi Indonesia Junior League Mayapada   (IJLM)2018, yang siap memutar roda kompetisinya pada Minggu, 11 Februari 2018.

Selamat kepada IJL yang berganti baju menjadi IJLM. Semoga IJL buka hanya melengkapi kehadiran IJLS, LKG, dan LTS yang sudah mencengkram kokoh lebih dahulu, namun juga semakin mengokohkan pembinaan usia dini dan muda pesepakbola Indonesia sebagai pondasi terbentuknya pemain timnas Indonesia yang handal. Cerda Intelegensi, teknik, personaliti, dan speed.

PSSI pedulilah

Carut marut pembinaan usia dini dan muda sepakbola nasional, entah kapan berakhir. Kehadiran LKG, LTS, IJLS, Liga lain, Asosiasi-Asosiasi SSB hingga IJL, bukan untuk menyaingi PSSI, namun justru mendukung kinerja PSSI dalam rangka suskses timnas. 

Tolok ukur keberhasilan PSSI memang pada prestasi timnasnya, namun keberadaan pihak swasta yang mendukung pembinaan dan kompetisi akar rumput harusnya menjadi pelecut untuk PSSI dengan kepanjangannya Asprov, Askab, Askot untuk dapat bertindak seperti operator kompetisi akar rumput swasta, karena sejatinya semua kompetisi itu resminya ada di bawah PSSI, Asporv, Askab, dan Askot. Nasi, tidak akan terus menjadi bubur, bila PSSI bersikap!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun