“Walaikumsalam. Anton..Japri semua ketua KAMMI daerah. Instruksikan ke semua kader. Siang ini kita adakan demo serempak seluruh Indonesia”
Aku pandangi wajah cantik istriku, sorot matanya tetap tajam. Istriku, kader akhwat KAMMI Universitas Negeri Jakarta, akhwat terbaik yang pernah ada. Kami menikah lewat proses murobbi masing-masing. Awalnya aku dan dia tidak ada yang mengetahui bahwa sama berjuang lewat organisasi KAMMI.
“Berangkat Kak! Jangan khawatirkan Hera. Bangsa ini lebih membutuhkan Kakak sekarang. Doa Hera selalu menyertai Kakak. Semoga Allah SWT selalu bersama Kak Amin”
“Inshaallah terima kasih dek”
Aku cium kening istriku sekali lagi, matanya menetaskan air mata. Aku usap perut istriku kemudian aku cium dengan mesra. Aku bisikkan doa-doa kecil untuk anakku yang sebentar lagi akan lahir ke dunia. Semoga kelak mereka menjadi mujahid tangguh yang akan memimpin negeri ini. Aku langkahkan kakiku keluar pintu kontrakkan pelan-pelan. Aku pandangi wajah istriku dari kejauhan, mungkin ini yang terakhir.
****
Suasana di depan Gedung DPR/MPR sangat kacau. Terjadi baku hantam antara polisi dan mahasiswa. Suasana semakin tidak terkendali dan semakin mencekam. Yel yel mahasiswa untuk menurunkan pemerintahan yang baru terus bergema. Pintu gerbang Gedung DPR/MPR hampir dirobohkan oleh puluhan mahasiswa. Suasana semakin tiadak terkendali, polisi menembakkan watercanon ke arah mahasiswa. Tiba-tiba Anton datang ke arahku, kepalanya berdarah.
“Bang Amin. Bahaya ada isu polisi membawa senjata berisi peluru asli”
“Apa..? Senjata dengan peluru?”
“Iya Bang..bahkan jumlahnya hampir 150 personil’
“Gawat. Koordinasikan segera. Tarik mundur teman-teman segera. Sebelum ada korban!”