[caption id="attachment_204356" align="aligncenter" width="546" caption="pict from:tahitiannoni-s.com"][/caption]
Rumah Sakit Umum Pusat dr Sardjito Yogyakarta memiliki tagihan piutang Rp. 20.249.136 dengan 7.865 debitur. Jumlah total tagihan piutang dari tahun 2003 hingga 2012 sebesar itu. Penagihan piutang yang belum dibayar pasien ini dapat dihapuskan jika ada surat pengajuan penghapusan piutang melalui Kantor pelayanan kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Yogya.
Demikian disampaikan direktur utama RSUP dR SardjitoYogya dr H Mochammad Syafak Hanung SpA (K) belum lama ini.
Pemaparan data administrasi tersebut juga sebagai bentuk transparansi informasi administrasi dan keuangan rumah sakit kepada publik.
Sedangkan dari KPKNL juga telah melakukan penagihan dengan mendatangi debitur bermasalah tersebut untuk penyelesaian. (KR Jogja)
Dari data yang tersebut diatas menunjukkan beberapa hal yang patut menjadi perhatian Negara dan kita semua.
Pertama, bea pengobatan adalah barang mahal bagi sebagian besar masyarakat.
Seperti diketahui, bahwa kesehatan adalah kebutuhan dasar untuk menjalani kehidupan yang layak. Meski sakit merupakan musibah yang tidak pernah diharapkan oleh siapapun, namun, ketika seseorang mengalami hal ini. Mau tidak mau harus menganggarkan untuk memperolehnya.
Masih banyak diantara kita yang belum mampu mengikuti asuransi kesehatan ataupun menabung untuk kepentingan hal yang bersifat darurat termasuk sakit. apalagi menderita penyakit yang berat missal kanker. Tatkala mengalami musibah ini, maka mau tidak mau harta kekayaan yang dipunyai harus dijual. Misal sawah atau bahkan rumah warisan. Ini menyebabkan kekayaan berkurang. Menjadikan sebab kemiskinan.
Musibah sakit menjadi hantu pemiskinan. Maka ada yang ngemplang tidak bayar karena memang ketiadaan keuangan.
Sebagian lagi harus meninggalkan barang berharga, berupa sertifikat tanah sebagai jaminan demi kepulangan si sakit atau bisa jadi sudah menjadi mayat.
Kedua, Peningkatan pelayanan yang kurang optimal
Hal diatas bisa berimbas kepada peningkatan mutu pelayanan RS jika bea dari pasien yang tidak terbayarkan. Fasilitas rumah saki yang ada tidak mencukupi dan menjadikan tidak berimbang dengan banyaknya pasien yang ada.
Suatu ketika, penulis mengunjungi seorang tetangga yang menderita sakit kanker, mengharuskan dioprasi. Untuk mendapatkan kamar di RS Sardjito harus antri, menunggu pasien lain yang dirawat keluar dari bangsal. Dalam proses menunggu ini kadang sampai setengah bulan berada di aula bersama pasien pasien lain. Hanya sekedar menunggu ini mereka belum mendapatkan penanganan.
Pasien pasien ini tidak hanya dari wilayah Yogya saja. kadang berasal dari kabupaten diluar Yogyakarta seperti banyumas,Kebumen,Magelang dll.
Pasien yang seharusnya segera mendapatkan pelayanan untuk kesembuhannya harus rela menunggu cukup lama karena ketiadaan tempat. Ini menunjukkan jumlah pasien yang tidak berimbang dengan pelayanan kesehatan yang kurang mencukupi.
Kejadian yang lain, berapa waktu yang lalu, ada kejadian beberapa orang terjebak di lift rumah sakit Sardjito, hal ini menambah keprihatinan akan kondisi fasilitas di rumah sakit.
Kesehatan adalah barang yang begitu berharga. Warga miskin mempunyai hak yang sama untuk mendapatkannya. Aset negarapun sangat pantas untuk di pergunakan seluas luasnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Syukur syukur malah gratis berobat bagi semua warga.
Adakah pemkab yang mampu mengelola aset daerahnya untuk pelayanan kesehatan bagi warganya, jika pemerintah pusat tersibukan oleh masalah pelik perihal korupsi atau kekuasaan?
Semoga masukan ini menjadi bahan perenungan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H