Mohon tunggu...
Suparjono
Suparjono Mohon Tunggu... Administrasi - Penggiat Human Capital dan Stakeholder Relation

Human Capital dan Stakeholder Relation

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Persepsi Memanusiakan Manusia di Era Digital

21 Juni 2023   08:35 Diperbarui: 5 Juli 2023   07:50 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melalui layar kaca telepon pintar mampu memberikan secuil informasi yang penuh dengan tafsir yang ditangkap oleh persepsi. Tentu bukan karena sebuah gambar atau tulisan maupun video tidak menjelaskan sebuah makna yang diwartakan atau narasi yang dibangun oleh pewarta belum mewakili fenomena yang disiarkan, tetapi gambar, narasi atau video yang ditampilkan dalam media sosial baik secara pribadi ataupun lembaga sering terlekatkan noise atau gangguan yang ditimbulkan oleh pewarta, penafsir, pemirsa ataupun pembaca. 

Ada banyak faktor yang menyebabkan adanya perbedaan tasfir dalam setiap informasi, berita ataupun gambar yang disiarkan oleh para pewarta. Selain latar belakang budaya, pengetahuan dan Pendidikan sangat mempengaruhi tafsir yang disebabkan oleh perbedaan persepsi yang ditangkap. 

Fenomena tersebutlah yang sangat dimungkinkan terjadi deviasi antara mata memandang, mata membaca, mata menonton dengan maksud yang ingin disampaikan oleh para penyebar berita, berita dan video. Oleh sebab itu, terkadang penampilan luar dari setiap ekspresi manusia menjadi subjektif.

Dalam diskusi tersebut dapatlah diambil kesimpulan yang menarik menurut saya, bahwa persepsi tak perlu menjadi rujukan sebuah kebenaran, kepastian dan bersifat final serta mengikat. 

Persepsi yang muncul mungkin bisa menjadi cermin untuk bertindak lebih arif dan bijaksana bagi diri kita masing-masing. Sehingga persepsi yang muncul akibat pembacaan fenomena yang kita lihat sehari-hari bisa memberikan peningkatan pengetahuan yang beradab. Jika fenomena tersebut menurut kita buruk maka tak perlu ditiru, jika salah tak perlu kita contoh dan jika pun tak baik maka tak perlu menjadi panutan. 

Dengan demikian setiap manusia dan lingkungan seisinya bisa saling memahami satu sama lain. Impact dari saling memahami tersebut mudah-mudah keteraturan sosial yang berbudaya dan beradab. sehingga jikapun fenomena dalam ruang sosial maupun media media sosial dan digital bergejolak bisa kita sikapi dengan biasa-biasa saja.  

Adapun konflik yang terjadi bisa disalurkan melalui Lembaga yang sudah menjadi kesepakatan dalam kontrak sosial. Sudahkan kita saling memahami dan memahamkan atas fenomena sosial disekitar kitakah? Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun