Mohon tunggu...
Suparjono
Suparjono Mohon Tunggu... Administrasi - Penggiat Human Capital dan Stakeholder Relation

Human Capital dan Stakeholder Relation

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Persepsi Memanusiakan Manusia di Era Digital

21 Juni 2023   08:35 Diperbarui: 5 Juli 2023   07:50 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dialog tersebut seolah membukakan mata dan hati ini, bagaimana ruang-ruang kantor yang tersekat oleh bilik, kredensa, dan pilar-pilar beton mampu ditembus oleh dimensi manusia dalam melihat kemanusiaan dengan penuh kearifan. Seolah klaim kebenaran yang menjadi patokan dan dasar saya untuk melangkah dalam aktivitas dikantor runtuh seketika. 

Dialog tersebut mengantarkan persepsi kepada saya bahwa manusia memang tak punya hak atas manusia lain. Hubungan antara manusia dengan manusia lain hanya bisa berjalan dengan baik melalui kontrak sosial yang bersifat hak dan kewajiban dalam lingkup yang terbatas. 

Batas-batas yang dibangun untuk mengatur dan mengukur tujuan yang hendak dicapai oleh sekelompok manusia baik dalam bentuk perorangan, Commanditaire Vennootschap (CV), Perseroan Terbatas (PT). 

Diluar batas-batas yang tercantum dalam perjanjian antara dua entitas atau kontrak sosial maka manusia harus dimanusiakan sebagaimana manusia dimuliakan oleh sang Pencipta.

Klaim kebenaran antara manusia selalu menghadirkan pertentangan yang tanpa akhir. Tak perlu contoh yang besar klaim kebenaran mampu menghadirkan konflik, seperti konflik yang terjadi di Rusia versus Ukraina, Palestina versus Israel, konflik di negara-negara Afrika. 

Contoh Klaim kebenaran bisa dilihat secara sederhana dapat dilihat dari interaksi kita sehari-hari. Baik di lingkungan kantor, rumah atau dalam perjalanan kita menuju mall, pasar maupun media sosial yang marak berseliweran. 

Kita bisa mengklaim atau memberikan persepsi salah atas perilaku manusia lain, memberikan penilaian jelek, buruk atas tingkah dan penampilan bahkan mempersangkakan tak baik atas pilihan langka yang diambil oleh orang lain. 

Tentu hal tersebut sah-sah saja, jika saja reaksi atas aksi-aksi yang terjadi dilingkungan dapat dikelola oleh masing-masing individu dengan baik. Atau reaksi tersebut mampu disalurkan pada kanal yang tepat. 

Jikapun tak mengetahui kanal atau saluran yang tetap reaksi yang arif dan bijak adalah dengan berdiam sembari memberikan doa agar lingkungan sekitar menjadi lebih baik. 

Hal tersebut menjadi selemah-lemahnya reaksi yang paling bisa dilakukan agar konflik antara individu bisa diminimalisir. Tindakan tersebut menjadi arif karena saat ini persepsi begitu liar dan diumbar tak jelas ujungnya sehingga menimbulkan riak-riak kecil yang tak berarti.

Kalau bisa kita bayangkan bagaiamana fenomena saat ini begitu mudah digambarkan, dinarasikan dan dipublikasikan oleh siapa pun tak harus menjadi wartawan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun