Puasa telah berlaku setelah genap sebulan membersamai umat yang beriman dalam keislamannya diberbagai belahan nusantara dan belahan dunia lainnya. Sebuah perayaan kembalinya fitrah manusia kepada sang Pencipta pun bergema. Seutas tali keimanan mulai dikencangkan dan selembar catatan harian umat manusia mulai ditorehkan.Â
Ada cermin yang menampakan setiap ikhtiar dalam ibadah sesuai dengan kadar yang pada bulan Ramadhan. Momentum yang bersejarah bagi umat islam setelah hampir dua tahun diselimuti dengan ujian pandemi covid-19. Pembatasan seolah tak mampu mengaktualkan berbagai budaya kearifan yang dimiliki oleh keanekaraman nusantara. Tak terkecuali dengan budaya Nyadran.
Nyadran dilansir oleh wikipedia merupakan serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah. Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, sraddha yang artinya keyakinan.Â
Nyadran adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, umumnya di pedesaan. Dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artiya ruwah syakban. Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur.
Wujud dari salah satu serangkaian Nyadran adalah silaturahmi merajut kembali hubungan persaudaraan yang dicontohkan oleh salah satu keluarga besar di daerah Brebes.Â
Keluarga besar tersebut adalah Bani H Abdul Bari. Bani H Abdul Bari merajut silaturahmi dengan para anak, cucu dan cicit serta canggah yang tersebar diseluruh pelosok nusantara bahkan ada yang diluar negeri.Â
Biasanya silaturahmi atau sering disebut juga halal bi halal dilakukan selepas masing-masing keluar merayakan indul fitri dengan sholat idul fitri dilanjutkan dengan ziarah ke makam masing -- masing orang tua dan sesepuh dalam lingkup keluarga kecil. Acara tersebut biasanya dilakukan sehari setelah dilaksanakan sholat idul fitri atau 2 syawal pada setiap tahunnya. Â Â
Guyub
Halal bi halan sebagai salah satu bentuk Nyadran merupakan gagasan yang perlu dilestarikan. Selain mempertemukan seluruh saudara yang tersebar, juga bisa saling mengenal satu sama lain. Tentu banyak hal yang akan didapat selain hanya melepas kangen bertemu sanak saudara tetapi juga menumbuhkan sikap guyub.Â
Guyup merupakan barang langka saat ini yang perlu menjadi perhatian setiap keluarga. Menelurusi sanad dalam hubungan kekerabatan menjadi penting agar kita bisa mengetahui betapa berharganya membangun komunitas yang berbasis keluarga. Bangunan keluarga merupakan fondasi bagi terbentuknya kekuatan sebuah negeri.Â
Permodelan dalam keluarga sangat menentukan bagaiman lingkungan dibentuk dalam tradisi budaya yang mengakar. Kita bisa belajar bagaimana leluhur kita bisa hidup dalam pengorbanan dan perjuangan yang dibangun secara komunal (guyub).