Mohon tunggu...
Supandi WijayaKusuma
Supandi WijayaKusuma Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya lebih menyukai tempat sejuk dan jauh dari kebisingan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tumpeng (nasi kuning) Sebagai Warisan Budaya Dengan Segala Filosofinya

4 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 4 Desember 2024   19:03 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto naik tingkatke Al-Qur'an Majlis Sholawat Nusantara Melati Singasari, Jonggol

Foto tersebut adalah sebuah kegiatan naik tingkat dari Iqro' kemudian ke Juz amma dan selanjutnya ke Al-Quran. Kegiatan tersebut berada di Majlis Sholawat Nusantara Pimpinan Ustadz Ahmad Rohidin Al-jawi yang bertepatan di kampung Melati desa Singasari Jonggol. Tidak ada sesuatu yang istimewa dari foto tersebut namun, ada sebuah nasi kuning yang terletak didepan mereka yang menarik untuk dibahas.

Sebagai warga negara Indonesia yang memiliki bermacam-macam budaya yang berbeda-beda tentunya kita pasti mengenal makanan khas tersebut yaitu nasi kuning. Nasi khas Nusantara ini sering disajikan pada momen ataupun hari-hari penting dan juga istimewa. Contohnya pada perayaan hajatan, tasyakuran, hari ulang tahun, upacara adat dan juga acara lainnya. Pada foto diatas telah dilakukan sebuah acara tasyakuran yang dimana setiap kegiatan tasyakuran seperti itu identik dengan nasi kuning. Setelah diteliti bahwa nasi kuning selain untuk dinikmati atau dimakan oleh jamaah dan para santri, ternyata memang ada simbolisasi makna dan juga sebuah filosofi dari nasi kuning itu sendiri.

Mungkin setiap daerah, budaya dan sumber mengenai nasi kuning semuanya memiliki pandangan dan juga persfekti sendiri mengenai nasi kuning tersebut. Nah penting bagi kita mengetahui makna yang terkandung didalamnya. Yang pertama warna yang terdapat pada nasi kuning yaitu kuning, warna kuning yang terdapat pada nasi ini didapatkan dari kunyit yang diolah. Warna kuning sendiri memiliki sebuah makna yaitu sebuah harapan dan juga doa spesial. Adapun dalam sebuah tradisi masyarakat Jawa, warna kuning sendiri melambangkan kekayaan dan juga kemakmuran. Adapun warna itu diambil dari warna yang serupa yaitu kepingan emas yang menandakan kekayaan, dan juga sebuah padi matang yang berwarna kuning melambangkan sebuah kemakmuran.

Selanjutnya Yang kedua yaitu bentuk nya yang seperti gunung. Seperti yang sudah dikutip dari nibble.com bahwa nasi kuning sendiri sudah ada pada zaman munculnya kerajaan- kerajaan Hindu di tanah Jawa. Itu berarti makanan ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu hingga sekarang. Nasi kuning yang ada sering berbentuk kerucut atau sebuah gunung, bentuk ini melambangkan gunung tempat para dewa selain itu juga merupakan wujud doa pengaharapan yang baik.

Kemudian Yang ketiga ada sebuah pelengkap dari nasi kuning yaitu berbagai lauk pauk yang terdapat pada setiap sisi dari nasi kuning. Lauk pauk yang terdapat pada nasi kuning itu sendiri ternyata tidak hanya pelengkap makanan, akan tetapi terdapat makna filosofis di dalamnya. Seperti yang dikutip dari kumparan.com  ternyata lauk pauk yang tersaji pada nasi kuning melambangkan pentingnya sebuah etos kerja yang matang atas setiap tindakan yang dilakukan. Lauk pauk yang beragam macamnya ini juga sebagai sebuah simbol yang melambangkan kebersamaan dan juga kerukunan di setiap manusia.

Itu tadi adalah sedikit penjelasan mengenai nasi kuning dari sudut pandang adat dan budaya di Jawa. Sekarang mari kita pahami nasi kuning dari padangan Ulama. Menurut Kh Imam Surjani pada sebuah acara peringatan hari besar yang dikuti dari Nu Online, beliau menyampaikan bahwa makna filosofis yang terkandung dalam nasi kuning melambangkan Ukhuwah Islamiyyah ( sebuah persaudaraan yang berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam islam baik sesama muslim maupun dengan manusia lainnya), Ukhuwah Basyariyah (persaudaraan sesama umat manusia) dan Ukhuwah Wathaniyah (persaudaraan sesama warga negara).

Selain itu beliau juga berpendapat bahwa nasi kuning sebagai simbol kemakmuran dalam kebhinekaan yang diwariskan oleh para Ulama terdahulu. Beliau menambahkan dalam sebuah pidatonya "Tumpeng itu metu lewat dalan kang lempeng (keluar menuju jalan yang lurus)". Maksud dari perkataan beliau yaitu dengan adanya tumpeng diharapkan kita mampu selalu dalam jalur yang lurus sesuai dengan aturan agama.

Beliau juga menambahkan bahwa tumpeng atau nasi kuning yang dihiasi dengan berbagai macam menu yang beragam disekeliling memiliki makna filosofis bahwa manusia hidup di tengah-tengah perbedaan yang merupakan sebuah sunnatullah.

Dari berbagai macam pernyataan mengenai tumpeng ataupun nasi kuning diatas. selain untuk menjadi sebuah hidangan yang bertujuan untuk dimakan bersama, Nasi kuning juga memiliki berbagai makna filosofis didalamnya. Dalam pandangan Islam sendiri, nasi kuning boleh dihidangakan dalam berbagai acara tasyakuran, ulang tahun dan lain sebagainnya,  namun tidak dibarengi dengan niat-niat yang tidak sejalan dengan aturan dalam agama Islam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun