Mohon tunggu...
Supadma Kerta Buana
Supadma Kerta Buana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memasuki Fase MahaRudra

2 Desember 2017   06:32 Diperbarui: 2 Desember 2017   08:39 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Bergetar, menakutkan mengambil tugasnya sebagai pelebur, Mahadewa berubah wujud menjadi Maharudra. Tak ada yang selamat dari kuasa Rudra, mendekat hanya akan terbakar jadi abu. Jangankan manusia, para dewata pun tak kuasa menahan kuasa Rudra sebagai pelebur.

Matsya Purana, salah satu yang mengisahkan kekuatan Maharudra menghukum kesombongan dan keangkuhan Prajapati Daksha putra Dewa Brahma. Tak ada yang mampu menghalangi, bahkan Dewa Brahma sekalipun sebagai pencipta tak bisa menyelamatkan proses prelina yang dialami Prajapati Daksha.

Maharudra tak bisa ditenangkan disaat melakukan tugasnya sebagai pelebur. Saat kehancuran memang harus terjadi maka akan terjadi dalam kuasa kosmis-Nya. Kehancuran keangkuhan dan kesombongan adalah sebuah kepastian, dan tak bisa terhalangi. Hanya setelah semua telah ter-prelina Maharudra kembali berwujud Mahadewa.

Maharudra kini telah terrefresentasi pada kondisi gunung Agung. Kondisi kritis seiring aktifitasnya memasuki fase erupsi freatik menuju magmatik hanya tinggal menunggu puncak letusan. Gunung Agung yang sebelumnya indah kini menyeramkan dan menakutkan. Seperti proses Mahadewa menuju proses menjadi Maharudra.

Ketika gunung Agung memasuki fase Maharudra jelas takkan ada yang mampu selamat. Apapun kehidupan akan tersapu oleh api dan hanya akan tersisa menjadi abu. Takkan ada kesaktian manusia yang mampu menyelamatkan kondisi ini. Bahkan, para dewata sekalipun tak mampu mengubah kondisi proses peleburan yang terjadi.

Gemuruh, bergetar dan menyala-nyala menyambut kehadiran Maharudra dalam melebur dan menghancurkan segalanya. Kebaikan atau penyerahan sekalipun hanya menyisakan kesedihan. Semua akan terselesaikan hanya ketika proses peleburan telah usai dilakukan.

Saat fase peleburan, doa-doa tak mampu menghentikan kuasa kosmis ini. Semua yang terjadi pasti akan terjadi dan memang harus kembali dimurnikan. Proses ini menjadi pralaya kecil dalam menjaga keseimbangan dunia sehingga tidak bisa dilawan ataupun dihentikan prosesnya. Hingga semua sampai pada ahir penyatuan, gunung menuju samudra (proses nyegara-gunung).

Pada fase ini, mendekat adalah suatu tindakan berbahaya. Maharudra takkan menghentikan proses ini sekalipun berserah diri atas tindakan berbahaya. Hanya akan hancur lebur dan berubah menjadi abu. Dalam kondisi ini doa harus tetap dipanjatkan, menjauh adalah sebuah pilihan yang tepat untuk menjaga keselamatan diri.

Hal yang terpenting dalam proses ini adalah menyaksikannya tarian kosmis-Nya dari kejauhan. Tak henti-hentinya memuja dan menyebut nama-Nya. Hanya dengan kasih itu, Maharudra akan menuju samudra dengan penuh kasih. Setelah semua proses itu telah usai, astungkara Maharudra kembali berwujud Mahadewa seiring dengan datangnya anugerah kesuburan dan kesejahteraan dunia. Rahayu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun