Usulan agar wisuda hanya untuk kuliah saja sampai pula di telinga guru. Sejumlah orang keberatan kalau ada wisuda di tingkat TK, SD, SMP dan SMA.
Saya khawatir kalau selama ini ada anggapan kalau wisuda itu keinginan dari guru. Apa iya guru mengharuskan ada wisuda untuk muridnya?
Padahal, guru juga tidak diuntungkan dengan adanya wisuda ini. Saya kalau boleh memilih, lebih baik tidak ada wisuda juga. Capeknya itu lho. Sangat capek.
Dalam menyiapkan wisuda itu guru harus menyiapkan tampilan seni siswa. Lalu ada guru yang melatih berulang kali siswa yang akan tampil. Itu butuh waktu berminggu-minggu. Minimal berhari-hari. Tak cukup satu hari yang pasti. Pembinaan itu dilakukan di sela-sela guru mengajar. Kalau ada waktu luang, guru manfaatkan untuk pembinaan.
Padahal, bukankah lebih menyenangkan kalau waktu luang itu dipakai untuk istirahat? Tentu saja begitu. Minimal digunakan untuk mengerjakan tugas sekolah lainnya seperti menyiapkan bahan ajar, mematangkan persiapan mengajar, dan lainnya.
Tapi karena ada tugas menyiapkan tampilan wisuda mau tidak mau guru mengerjakan itu.
Apa motif keberatan ada wisuda? Satu-satunya alasan adalah uang wisuda yang dirasa memberatkan.
Memang harus diakui bahwa uang perpisahan lumayan. Bisa mencapai ratusan ribu. Bahkan ada yang mendekati sejuta. Untuk apa uangnya?
Untuk beberapa hal seperti sewa gedung, beli pakaian/seragam, sewa fotografer, konsumsi, penghargaan dan lainnya.
Kalau sekolah melakukan wisuda di sekolah sendiri, biaya sewa gedung bisa dipangkas. Jadi iuran perpisahan atau wisuda juga bisa dikecilkan. Sekarang ini sewa gedung juga semakin mahal. Bisa di angka Rp. 7 juta. Semakin banyak siswa, akan semakin murah karena pembaginya semakin banyak.