Saat ini kebutuhan lahan perumahan semakin meningkat. Orang memanfaatkan betul lahan yang ada untuk kepentingan rumahnya. Tidak bisa membiarkan lahan kosong. Malahan banyak yang menyulap halaman menjadi kamar. Tidak bersisa walaupun beberapa meter saja.
Lahan hijau semakin langka. Lihatlah di perumahan-perumahan. Hampir seluruh permukaan tanah ditutup dengan keramik, lantai semen, atau bangunan. Tidak membiarkan sejengkal pun tanah tersisa. Tanaman atau rumput sudah tidak ada lagi.
Tidak begitu di rumah saya. Keluarga saya sepakat tetap rumah harus ada tanaman. Saya dan istri sepakat halaman harus tetap ada. Di halaman depan rumah itu kami buat sebagai kebun keluarga.
Walaupun rumah kami terkesan 'semak' karena banyaknya tanaman, jika dibandingkan dengan rumah lainnya, rumah kami terlihat yang paling hijau.
Kebun keluarga itu kami tanami dengan berbagai tanaman. Mulai dari sayuran, buah-buahan, tanaman obat keluarga (toga) dan lainnya.
Sayuran misalnya sawi, daun katuk, dan singkong Thailand. Buah-buahan seperti jambu air dan jambu kristal. Tanaman obat keluarga seperti jahe, kencur, kunyit, dan lainnya.
Selain itu ada kemangi, daun lidah buaya, pandan, dan lainnya. Lalu bagaimana dengan bunga? Seperti pada umumnya ibu-ibu, istri saya juga senang menanam bunga atau tanaman hias seperti bougenvile kembang kertas, aglonema, lidah mertua, janda bolong, mostera, dan lainnya. Juga ada daun pinus dan bidara.
Kami juga menanam rumput gajah. Rumput yang tidak bisa meninggi itu. Di sela-selanya ada rumput liar. Kadang dibiarkan saja. Kalau sudah tinggi betul baru disiangi.
Sebetulnya tidak luas lahannya. Ukurannya sekitar 5x2 Rumah kami berkonsep komplek perumahan. Hanya kebetulan ada tanah tambahan atau hook.
Nekat Bertani. Modal Kemauan Saja