Demikianlah sang pahlawan meregang nyawa setelah melakukan perbuatan mulia, dan merayakan keberhasilannya dengan sorak terakhir " Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku."
Ben Hur adalah sebuah cerita kepahlawanan yang pernah hadir dalam kehidupan saya ketika dulu masih remaja. Saya membaca Ben Hur dari rak buku di perpustakaan Gereja Kumetiran di Jogjakarta.
Sosok pejuang dari bangsa Yahudi yang melawan ketidakadilan penguasa Romawi di Yerusalem.
Sejarah hidup Ben Hur yang difilmkan oleh produser Sean Daniel di tahun 2016 Â menarik juga untuk ditonton dan mengingatkan saya akan pengalaman membaca buku Ben Hur.
Namun setelah membaca buku terjemahan terbitan Gramedia Pustaka, dengan judul " Ben Hur: Kisah Tentang Sang Mesias"  ( Terbitan tahun 2014 ) ternyata ceritanya menukik lebih dalam lagi, bukan hanya soal balas dendam terhadap sahabatnya, Messala yang tega membuatnya menderita dalam duka nestapa.
Membaca karya Lew Wallace ini, memberi saya sebuah gambaran menarik tentang cerita kelahiran Sang Mesias sampai akhirnya harus meninggal di kayu salib di Golgota dalam sebuah bingkai alur cerita dengan rasa yang berbeda sama sekali seperti apa yang digambarkan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru tentang Sang Mesias.
Mulai dari perjalanan tiga orang Majus ( Kaspar, Melkhior dan Baltasar) dengan bantuan bintang menemui Sang bayi sampai akhir hayat Sang Mesias. Dalam cerita ini, Â bersamaan dengan kehidupan Sang Mesias itulah cerita epik kehidupan kepahlawanan Yuda Ben Hur terjadi.
Bagaimana karena sebuah kecelakaan kecil saat arak-arakan Gubernur Gratus, maka keluarga Yuda Ben Hur harus tercerai berai. Harta kekayaannya dirampas. Ibu dan adik perempuannya dipenjara sampai hampir-hampir mati karena kena kusta. Sedangkan Yuda Ben Hur sendiri harus menjadi budak pendayung kapal selama belasan tahun.Â
Dendam pribadinya telah membentuk kepribadian Ben Hur menjadi seorang dewasa yang berbeda.Â
" Bagi Ben Hur, berusaha tetap hidup merupakan tanggung-jawabnya, jika bukan kehormatan. Hidupnya adalah milik orang-orang sebangsanya. Belum pernah mereka senyata ini di benaknya. Ia bisa melihat mereka sedang mengulurkan lengan. Ia bisa mendengar mereka memohon-mohon kepadanya. Ia akan datang kepada mereka. Ia sudah memulai -- namun terhenti." ( Hal: 201 )
Jiwa pemberontakannya timbul dan makin berkobar bersamaan dengan kehadiran Sang Mesias yang dikabarkan siap membebaskan bangsa Yahudi dan menjadi Raja Yahudi.Â