Sajak Untuk Satinah
Nah,
Apa kabarmu hari ini?
Entah disana saat ini siang ataukah malam; aku tak tahu
Kubayangkan dirimu meringkuk di sudut ruang jeruji menunggu mati
Nah,
Menunggu memang pekerjaan membosankan
Apalagi menunggu mati; itu pasti bikin ngeri
Nah,
Kuharap ini adalah tragedi terakhir kali
Anak negeri harus menunggu mati
Oleh hukum purba yang tidak manusiawi
Mata balas mata
Nyawa balas nyawa
Nah,
Mengingatmu membuat aku ingat sebuah nama
Nama yang hampir mirip, sama
Mungkin kamu tidak tahu Zaman dulu
ada sebuah nama yang melegenda dalam sejarah kita
Berkat tulisan indah dari Presiden pertama kita
Sarinah namanya
Nah,
Hanya doa yang bisa kupersembahkan
Selain rangkaian kata tanpa makna
Tidak seperti Gubernur Jakarta
Yang dengan jiwa merdeka
Menggalang dana untuk membayar diyat
Agar kamu tidak jadi mayat
"Duka Satinah adalah duka kita
Derita Satinah adalah derita kita",
demikian, Jokowi mengajarkan kepada kita
nilai kebersamaan sebuah bangsa
Nah,
Smoga kita dapat belajar tragedi ini darimu
Jadilah Sarinah yang setia mengabdi di tanah airnya
Cukup sudah cerita luka Satinah bangsa
Meski gaji (mungkin) tidak mencukupi
Berbahagialah hidup di negeri sendiri
Jangan lagi menyusahkan negara yang tidak bisa mengurus warganya
Nah,
Sampai jumpa kembali di Indonesia
Negeri kaya yang ternyata masih miskin karakter bangsa
Indonesia yang muram oleh perilaku-perilaku kejam
Memperdagangkan manusia seperti dirimu
Yang dengan bangga disebut pahlawan devisa
Nah,
Kita rindu pemimpin yang menghargai perempuan
Yang kepalanya menunduk untuk para perempuan yang terluka
Kepada merekalah masa depan dapat dibangun kembali
Dengan darah dan air mata
Dengan peduli dan cinta
Bukit Pelangi, Maret 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H