Wabah Covid-19 Wuhan menjadi ancaman pandemik bagi seluruh umat manusia di dunia. Permasalahan virus ini tidak hanya berdampak bagi kesehatan masyarakat suatu bangsa. Namun, lebih kompleks dari hal tersebut adalah bayang-bayang resesi ekonomi global dan ketidakstabilan ketahanan nasional akibat imbas dari kebijakan yang diambil oleh para pemangku kebijakan di level nasional dan internasional.
Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam salah satu wawancara dengan media nasional memberikan penjelasan permasalahan virus Covid-19 ini lebih kompleks dibandingkan dengan situasi krisis moneter tahun 1998.Â
Terutama berkaitan dengan tantangan tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi  serta faktual jatuhnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar  menyentuh nilai 16,233 rupiah per dolar Amerika. Praktis menambah rumitnya imbas lanjutan Covid-19.Â
Krisis Covid-19 tidak hanya menjadi  permasalahan kesehatan dan kemanusiaan, tapi sudah melebar ke permasalahan ekonomi, industri, perdagangan, politik, keamanan, serta berpotensi ke area pertahanan dan ketahanan. Dampak dari adanya kebijakan lockdown dari beberapa negara besar dan adidaya, beserta hampir mayoritas negara-negara di Uni Eropa, Australia, Selandia Baru, Arab Saudi, Amerika Serikat, dan RRT mengakibatkan berkurangnya kegiatan perekonomian di Tanah air, baik makro dan mikro.
Perdagangan yang berhubungan dengan kebijakan ekspor -impor, pariwisata dan perhotelan, industri transportasi jasa penerbangan, destinasi wisata untuk pelayaran kapal pesiar, pemenuhan kebutuhan logistik, Â pembatalan event-event besar serta kegiatan dan industri olahraga seperti Liga Domestik dan formula E, dimana kita berinvestasi dengan jumlah yang tidak sedikit. Hantaman dan imbas negatif Covid-19 sesuai dengan prediksi para ahli ekonomi jauh lebih buruk dibandingkan krisis moneter tahun 1998.Â
Akibat lanjutan dari adanya kebijakan social distancing serta diam di rumah, adalah berkurangnya omzet penjualan pedagang keliling kali lima, warung kopi, warung nasi, jajanan pasar di warung sekolah dll. Kebijakan tersebut memang harus dilakukan untuk meredam peningkatan jumlah penderita yang terinfeksi virus Covid-19, walaupun ancaman PHK masal, peningkatan kriminalitas karena banyaknya pengangguran dan defisit ekonomi kemungkinan besar terjadi.
Jika permasalahan Covid-19 tidak bisa teratasi secara maksimal dalam kurun waktu 6 bulan ke depan, dipastikan akan menggerus cadangan APBN serta menghambat laju pencapaian target perekonomian serta agenda pembangunan lainnya selama satu tahun. Apabila melebihi batas waktu dan berlarut hingga kurun maktu yang panjang, dipastikan akan berpengaruh terhadap kestabilan dan ketahanan nasional.Â
Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya kebijakan social distancing serta pembatasan kegiatan berkelompok, berkerumun dan mengumpulkan massa dalam jumlah yang besar, pasti akan berimbas kepada penghasilan warung-warung kopi, warteg, rumah makan, kedai PKL, tukang-tukang ojek dan para pekerja pejuang rejeki jalanan.Â
Berdasar dari Badan Pusat Statistik Nasional tercatat bahwa jumlah tenaga kerja UMK adalah 59 ,266 ,885 pekerja berdasar sensus tahun 2018. Hampir seperlima atau 20 persen dari total penduduk Indonesia. Jika permasalahan Covid-19 ini terus berlanjut, potensi yang berdampak secara langsung atau tidak langsung adalah meledaknya jumlah pengangguran yang berpotensi meningkatkan kriminalitas, karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia atau krisis horisontal karena hantaman gelombang krisis ekonomi seperti halnya tahun 1998, dimana krisis ekonomi berimbas kapada krisis politik serta menggoyahkan kestabilan nasional  yang berpengaruh terhadap kondisi pertahanan dan keamanan negara. Bukankah sejarah di republik ini telah mencatat, bahwa embrio chaos yang terjadi di tahun 1965, hingga 1998 diawali dari kemunculan krisis ekonomi yang hebat.
Ketahanan Nasional didefinisikan sebagai daya tahan suatu bangsa dalam merespon setiap ancaman yang muncul baik dari dalam atau dari luar negara. Ancaman dapat berupa ancaman militer dan non militer. Wabah virus Covid-19 hingga saat ini menjadi musuh negara yang nyata berwujud makhluk hidup seukuran mikron yang mengincar setiap warga negara Indonesia. Per 25 Maret 2020 jumlah penderita mencapai 893 personel dengan rincian pasien yang sembuh 35 pasien serta yang mengalami kematian sejumlah 78 Â jiwa. Jika dihitung secara presentase jumlah angka mortalitas 8,7 persen.Â
Negara Italia angka kematian  mencapai 7.503 jiwa dan di Spanyol mencapai 3.433 jiwa. Angka yang fantastis untuk jumlah korban yang meninggal diakibatkan oleh wabah penyakit di era modern ini. Sedangkan secara global, trend jumlah penderita dan angka kematian mengalami peningkatan, dengan jumlah penderita 460.000 dan jumlah kematian sebesar 22.000 orang. Sampai dengan saat ini Eropa dinyatakan sebagai episentrum wabah menggantikan RRT atau pusat kota Wuhan sebagai pandemik awal ditemukannya wabah penyakit ini.Â