Mohon tunggu...
Sun-Shines
Sun-Shines Mohon Tunggu... -

You Can Not Manage What You Can Not Measure

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kegagalan Pencapaian Target Penerimaan Pajak Mengancam Nawacita

14 Maret 2016   14:17 Diperbarui: 14 Maret 2016   14:47 4592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="www.pinterest.com/explore/confused-feelings/"][/caption]

Sulit untuk disangkal,  bahwa tahun 2016 ini target penerimaan pajak yang diamanahkan oleh pemerintah sebesar Rp 1.360 t masih berat untuk dipenuhi. Hal ini disebabkan  karena kemampuan, kewenangan Ditjen Pajak dan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang melingkupinya masih belum banyak berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Jika tahun ini gagal lagi, maka secara otomatis akan semakin menambah panjang jejak kegagalan Ditjen Pajak  (lih. tabel).  Kegagalan penerimaan pajak pada tahun 2015 kemarin adalah kegagalan yang ke tujuh dalam kurun waktu berturut turut sejak tahun 2009. Dalam kurun waktu itu, tak kurang dari Rp 483,6 triliun potensi riil penerimaan negara dari pajak telah hilang. Belum lagi jika ditarik mundur sepuluh tahun ke belakang yang selalu mencetak shortfall, kecuali pada  tahun 2008 karena dibantu adanya program Sunset Policy. Tahun 2015 sendiri mencatatkan shortfall Rp 239 triliun dan merupakan shortfall yang terbesar dalam sejarah. Kegagalan penerimaan pajak tahun 2015 tersebut berarti juga telah menggerus program Nawacita senilai Rp 239 triliun, dan jumlah ini adalah jumlah yang tentunya  tidak sedikit.

[caption caption="Data Kantor Pusat DJP"]

[/caption] 

Untuk tahun 2016 ini, sepertinya Ditjen Pajak masih sulit untuk melepaskan diri dari bayang-bayang kegagalan.  Penerimaan pajak pada bulan Januari dan Februari2016 baru mencapai Rp 133 triliun.  Jika target penerimaan 2016 dibagi rata setiap bulannya, maka seharusnya Ditjen Pajak mampu membukukan penerimaan sebesar Rp 113 triliun per bulan, atau Rp 226 triliun dalam 2 bulan.  Jika demikian, maka dalam dua bulan ini Ditjen Pajak telah shortfall sebesar Rp 93 triliun. Dalam periode yang sama pada tahun 2015 dan 2014, penerimaan sebesar Rp. 133 triliun menunjukkan pertumbuhan minus 2,26 dan  minus 9,02 persen. Kondisi awal ini sangat mengkhawatirkan bagi keuangan negara, mengingat penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan negara yang utama. Sebagai catatan bahwa pada tahun ini penerimaan pajak mempunyai kontribusi sebesar 74,6 persen dari seluruh pendapatan negara dalam postur APBN 2016.

Kegagalan satu atau dua kali mungkin hal biasa, masih dapat dimengerti dan dimaklumi, namun jika setiap tahun selalu gagal, tentu perkara ini bukanlah perkara biasa. Perkara ini adalah perkara serius, apalagi menyangkut permasalahan finansial negara. Ada sesuatu yang tidak pas yang mengakibatkan permasalahan ini terjadi dan selalu berulang setiap tahunnya. Target pajak yang ditetapkan pemerintah memang tinggi, namun menurut hemat penulis, target tersebut masih sesuai dengan kemampuan finansial masyarakat dan para pelaku usaha. Permasalahannya, desain dan konstruksi Ditjen Pajak yang ada sekarang terbukti belum mampu mengakomodir harapan pemerintah. Permasalahannya bukan pada variabel kepemimpinan, situasi ekonomi dan/atau lainnya.

Kualitas Kepemimpinan

Dalam kurun waktu sepuluh tahun belakangan ini, atau sejak tahun 2005 hingga saat ini, tercatat telah ada enam orang Dirjen Pajak yang bertugas untuk memimpin Ditjen Pajak. Dalam kurun waktu tersebut realisasi penerimaan pajak yang ditorehkan oleh Ditjen Pajak tidak pernah berhasil menembus angka 100 persen dari target. Mereka adalah:

1.             Hadi Poernomo, Februari 2001 sd 20 April 2006;

2.             Darmin Nasution , 21 April 2006 sd 27 Juli 2009;

3.             Mochammad Tjiptardjo, 28 Juli 2009 sd 20 Januari 2011;

4.             Ahmad Fuad Rahmany, 21 Januari 2011 sd 30 Nopember 2014;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun