Mohon tunggu...
Fridolin VrosansenBorolla
Fridolin VrosansenBorolla Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar & Peneliti

Tidak ada yang tak mungkin melainkan mungkin bagi segala sesuatu dalam kerja keras.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sinergitas Teori Belajar (Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme)

27 Agustus 2019   14:22 Diperbarui: 25 Juni 2021   08:00 5475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sinergitas Teori Belajar (Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme) | haibunda.com

Terkadang teori belajar terasa baru bagi sebagian mereka yang baru saja melanjutkan studi pada pendidikan strata satu (S1) pada setiap perguruan tinggi pendidikan. Lebih khusus yang mengambil program studi pendidikan keguruan. Lalu pertanyaannya, apakah teori belajar itu? adapun rasa ingin tahu yang tinggi itu menyebabkan mereka lalu bertanya ketika tatap muka dengan dosen di kampus atau dalam pembelajaran e-learning (blended learning).

Sesungguhnya, teori belajar secara sadar dan tidak sadar hal itu telah berlangsung dan kita mengalaminya sejak kita berada di sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah atas. Artinya kita sejak sekolah sesungguhnya kita telah mengalami teori belajar dalam membangun rangkaian kompetensi yang menurut Bloom kompetensi dibagi menjadi tiga yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.

Agar lebih muda untuk memahami teori belajar maka selanjutnya akan disinergikan atau melihat relevansi antar teori belajar tanpa harus melihat perbedaan padangan para ahli pada setiap teori belajar tersebut.

Kita memulainya dengan sebuah pertanyaan mendasar "Apa itu Belajar?". Sudah barang tentu kita mememiliki jawaban yang bermacam-macam. Namun esensi belajar lebih menekankan pada pencapaian tujuan hidup melalui pengalaman (interaksi) yang mampu mengubah pola pikir dan perilaku sepanjang hidupnya. Sebagai contoh ada seorang anak usia SD bercita-cita ingin menjadi guru maka niat atau minat tersebut akan memengaruhi cara belajar di sekolah dan di luar sekolah. Jika sebelumnya anak itu malas belajar akan mejadi semangat belajar, jika sebelumnya anak itu kurang pandai berbicara di depan kelas maka dia akan menyususun rencana latihan berkomunikasi di depan kelas sampai hal itu dapat dicapainya.

Baca juga: Pendekatan Objektivisme, Behaviorisme, dan Kognitivisme dalam Pembelajaran di Kelas

Teori belajar telah dikemukakan olah para ahli. Menurut Baharudin & Wahyuni (2015:15) belajar dapat membawa perubahan bagi si pelaku, baik perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Selanjutnya Cronbach dalam Baharudin & Wahyuni (2015: 16) berpendapat bahwa "learning is shown by change in behavior as result of experience". 

Intinya pengalaman sebagai sarana perubahan perilaku. Hal yang sama dikemukakan Morgan dkk (1986) dalam memberi konsep belajar yaitu pengalaman mengakibatkan adanya perubahan tingkah laku dan hal itu relatif tetap. Agar dapat memahami teori-teori di atas maka perhatikanlah contoh berikut ini. 

Seorang anak pada awalnya belum memiliki kemampuan mengoperasikan komputer di rumahnya, kemudian si anak itu meminta untuk diajari mengoperasikan komputer. Setelah melalui proses latihan maka anak itu menjadi tahu cara mengoperasikan komputer dan menjadi ahli komputer ketika sudah dewasa.

Setiap melakukan proses belajar khuususnya yang terjadi di sekolah maka terdapat aliran-aliran belajar yang memengaruhi proses belajar. Seperti aliran behaviorsme, kognitivisme, dan konstruktvisme. Aliran-aliran belajar ini dikemukakan oleh ahli yang berbeda-beda dengan perbedaan padangan terhadap belajar. Namun alangkah baiknya kita tidak memperdebatkan perbedaan yang ada melainkan mencari dan menemukan relevansi antar teori belajar hingga membentuk suatu konsep belajar yang komprehensif (utuh).

Pavlov memandang bahwa belajar didasarkan pada stimulus dan respon. Artinya akan ada respon ketika subjek merasa ada rangsangan dari lingkungan sekitarnya. Hal itu dibuktikan dalam percobaanya terhadap seekor anjing. Respon yang diberikan bisa terjadi secara alami tanpa latihan (unresponse conditioning) dan respon bisa terjadi secara sengaja atau latihan (conditioning stimulus). 

Oleh Pavlov dinamai teori classical conditioning dan menghasilkan hokum belajar yaitu pemerolehan, pemadaman, generalisasi, diskriminasi, dan kondisioning tandingan. Teori yang ditemukan Pavlov memberikan gambaran yang jelas bahwa siswa sebagai subjek dalam pembelajaran memerlukan ruang alami dan ruang yang dikondisikan sebagai sarana (objek) dalam memahami lingkungan sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun