pembahas hakikat pendidikan dalam perspektif filsafat pendidikan tentu tidak dapat dilepaskan dari terminologi filsafat itu sendiri yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Pendidikan dalam terminologi ontologi dipahami sebagai kegiatan yang sadar akan tujuan. Adanya pendidikan dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian tujuan ini menjadi hal dalam penyelenggaraan pendidikan.Â
Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan dapat membawa anak menuju kepada kedewasaan baik jasmani maupun rohani. Pendidikan didasarkan pada kebutuhan hidup manusia yang berkenaan dengan proses berpikir, berkemandirian dalam berbagai macam hal termasuk dalam kemandirian berpikir . Sementara tujuan pendidikan sejatinya adalah untuk membawa manusia mengenal hakikat segala sesuatu, baik alam, dirinya dan juga Tuhan.
 Tidak sedikit ilmuwan yang menjelaskan pendidikan dalam aspek terminologi epistemologi sebagai kegiatan mengubah manusia sehingga dapat mengembangkan hakikat kemanusiaannya. Dalam konteks ini, aktivitas pendidikan dilakukan dari, oleh dan untuk manusia yang bertujuan untuk mengembangkan potensi kemanusiaan. Berdasarkan pemahaman epistemologi ini, seorang Langeveld kemudian menyatakan bahwa manusia merupakan animal educandum, educabile dan educans mengingat manusia merupakan sasaran tindak mendidik.Â
Pemahaman ini berkembang menjadi lebih luas melalui serangkaian diskursus sehingga membidani lahirnya empirisme, rasionalisme, positivisme dan intuisionisme. Inti pembahasan pendidikan dalam konteks epistemologi terletak pada pengetahuan apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan yang diperoleh serta cara menyampaikan pengetahuan tersebut kepada pihak lain. Kajian pendidikan dalam aspek epistemologi sangat diperlukan dalam menyusun kurikulum. Kurikulum merupakan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan.
Terminologi aksiologi membahas pendidikan dalam konteks nilai kegunaan ilmu dalam dua bagian besar yaitu etika dan estetika. Etika membantu guru berpikir ketika menghadapi permasalahan sulit untuk menentukan tindakan yang benar. Pendidikan dengan proses pembelajaran yang berlangsung di dalamnya dipandang sebagai ekspresi artistik dan dapat dinilai menurut standar artistik dari keindahan dan kualitasnya (saidullah, 2007).Guru sebagai pemandu dalam pembelajaran dipandang sebagai seniman yang secara konsisten berusaha meningkatkan kualitas kinerjanya.
Pendidikan dalam konteks aksiologi juga berarti membahas nilai baik dan buruk serta indah dan jelek. Eksistensi nilai senantiasa menjadi rujukan dan pertimbangan dalam merumuskan tujuan pendidikan. Selain itu, pendidikan merupakan fenomena kehidupan sosial kultur dan keamanan yang tidak terlepas dari sistem nilai (Barnadib, 1990). Implikasi konsep ini dalam pendidikan adalah menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan, sekaligus menanamkan sikap dalam kepribadian peserta didik.
Guna menjelaskan apakah yang baik, benar, buruk dan jahat bukan merupakan hal yang mudah untuk dilakukan, dibutuhkan pendekatan dan metode pembelajaran khusus agar dapat melakukan atau setidaknya memberi contoh sehingga peserta didik mampu memahaminya. Terlebih jika persoalan baik, benar, indah dan buruk, dipahami dalam arti mendalam dan dimaksudkan untuk membina kepribadian ideal anak, jelas merupakan tugas utama pendidikan.
Tidak ada pilihan lain, pendidikan harus memberikan pemahaman atau pengertian tentang berbagai hal tersebut dengan cara yang mudah dipahami peserta didik. Penjelasan diberikan komprehensif dilihat dari segi etika, estetika dan nilai sosial secara maksimal sehingga peserta didik dapat memahami dan mengimplementasikannya dengan baik . Dalam masyarakat, nilai itu terintegrasi dan saling berinteraksi. Guru dan juga peserta didik merupakan bagian dari masyarakat.
Atas dasar pemahaman pendidikan dalam tiga terminologi filsafat di atas, kemudian muncul berbagai konsep pendidikan yang diusung beberapa aliran utama dalam filsafat seperti idealisme, realisme, pragmatisme dan i sistem memahami pendidikan dalam perspektif filosofis juga eksistensialisme. Konsep pendidikan yang lebih spesifik disampaikan juga dalam berbagai perspektif pikir, dikemukakan pada beberapa aliran filsafat pendidikan seperti perenialisme, struksionisme, esensialisme, progresivisme dan rekonstruksionisme. Tidak hanya itu,memahami pendidikan dalam perspektif filosofis juga dihadapkan pada aliran filsafat nativisme,empirisme,konvergensi, naturalisme, behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme dan humanisme.
Penganut paham idealisme sangat meyakini bahwa hakikat terdalam dari segala sesuatu berada dalam dunia ide yang bersifat abstrak.Semua hal yang tampak di permukaan bumi sesungguhnya merupakan gambaran (representasi) yang berada di dalam ide yang sangat tergantung pada jiwa universal yaitu Tuhan.Gambaran konsep ini dalam dunia pendidikan dapat diperoleh dari kenyataan bahwa ilmu dan pengetahuan tidak dapat dikuasai maksimal tanpa melakukan aktivitas belajar. Artinya, jika individu ingin memahami suatu ilmu atau pengetahuan maka ia harus berusaha semaksimal mungkin untuk memahaminya melalui aktivitas belajar didukung seperangkat pengalaman, termasuk pengalaman yang melibatkan emosional.
 Pandangan yang bertolak belakang dengan idealisme hakikatnya adalah realisme yang menilai bahwa segala sesuatu pada hakikatnya adalah real (nyata), terlepas dari manusia atau subjek lain yang mengetahuinya. Untuk itu, manusia dapat mengetahui keberadaan sesuatu melalui panca indra. Hal yang dapat dijangkau oleh panca indra disebut sebagai pengalaman dan pengalaman inilah yang berkontribusi besar dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan.