"Sstt! Coba lihat tuh, dia mulai berdiri di sana lagi."
Segerombol ibu-ibu yang sedang membersihkan ikan di tepi dermaga saling berbisik, sesekali mereka melirik ke arah Janovar, seorang pemuda berusia dua puluh tahun yang berdiri di ujung pasir. Dia betah untuk tak bersua laksana sebuah patung, tatapannya tegar dan hanya lurus ke arah laut yang dipagari beton.
Katanya, Desa Sawana adalah tempat di mana laut dan manusia saling berbisik satu sama lain. Angin laut itu berembus membawa aroma garam yang melekat di udara. Lalu di bibir pantai, perahu-perahu kayu tertambat, layarnya bergoyang pelan mengikuti ombak yang terus bergerak.
Saat matahari menggantung rendah di cakrawala, para nelayan sibuk dengan jala, seperti menggulung benang yang kusut, mengikat simpul-simpul yang mengendur, dan menambal bagian yang robek akibat tergesek karang. Beberapa orang juga tengah mengasah pisau untuk membersihkan ikan, sementara yang lain menata umpan dalam wadah anyaman bambu.
"Mungkin Janovar rindu ayahnya." Salah satu di antara mereka berbisik lagi, namanya Ibu Sinta, dia mengatakan itu pada seseorang yang berada paling dekat dengannya.
Adelia, mahasiswi berusia dua puluh tahun ikut menatap laki-laki tersebut. Dia datang ke Desa Sawana ini untuk liburan bersama teman-teman sebayanya."Ayahnya nelayan juga?" Dia tanya pada Ibu Sinta
"Iya, Nak," jawab Ibu Sinta, "Tapi sudah meninggal. Tanpa jasad."
"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, saya boleh tau lebih detailnya enggak, Bu?" tanya Adelia.
"Pagar laut bikin kita muter, Nak. Lima tahun lalu, ayah Janovar pulang sangat lama, padahal sebelum ada pagar laut, lumrahnya satu hari sudah pulang. Dan berubah jadi berturut-turut paling lama tiga hari. Tapi ayah Janovar belum pulang juga sampai satu minggu, dua minggu, tiga minggu. Sampai tepat satu bulan, Pak Kades anggap kalau ayah Janovar sudah meningggal dan enggak mungkin selamat." Cerita dari Ibu Sinta membuat ibu-ibu yang lain ikut mendengarkan.
"Terus gimana sama ibunya Janovar sekarang?" Adelia tanya lagi.
"Siapa pun pasti marah ketika dikasih kabar duka, Nak. Ibu Janovar juga menyalahkan pagar laut yang dibangun. Tapi kita juga enggak bisa berbuat apa-apa, sampai sekarang dia enggak pernah mau bersosialisasi, dia enggan bicara sama semua orang," jawab Ibu Sinta.