Keberaniannya yang sempat menghilang karena kematian ibu, bapak dan taukenya perlahan pulih kembali. Dengan penuh perjuangan Bujang merebutnya kembali. Dan cerita menjadi happy ending untuk si Bujang. Titik nadir atasnya, Bujang mempunyai kesadaran baru, Pulang untuk menghadap Tuhannya. Seperti harapan dan doa ibunya sepanjang hidupnya.
Cerita yang memikat dengan kalimat yang enak. Ada beberapa kutipan yang menarik. Kutipan dari hal 387 dari Guru Bushi untuk muridnya Bujang," Sejatinya, dalam hidup ini kita tidak pernah berusaha mengalahkan orang lain, dan itu sama sekali tidak perlu. Kita cukup mengalahkan diri sendiri. Egoisme. Ketidakpedulian. Ambisi. Rasa takut. Pertanyaan. Keraguan. Sekali kau bisa menang dalam pertempuran itu maka pertempuran lainnya akan mudah saja."
Nasihat Tuanku Imam pada Agam, nama asli Bujang pada pagi setelah Subuh. Hidup adalah perjalanan panjang. Kumpulan dari hari-hari. Jangan dilawan semua hari-hari menyakitkan. Jangan pernah dilawan karena kau pasti kalah. Mau semuak apapun kau dengan hari-hari itu, matahari akan tetap terbit indah seperti yang kita lihat sekarang. Jangan mencoba membencinya, melawannya, itu tidak pernah menyelesakan masalah. Peluklah semua. Peluklah erat-erat. Dekap seluruh kebencian itu. Hanya itu cara agar hatimu damai. Semua pertanyaan, keraguan, kecemasan, kenangan masa lalu, peluklah erat-erat. Tidak perlu disesali, tidak perlu dibenci, buat apa? Bukankah kita selalu bisa melihat hari yang indah meski di hari terburuk sekalipun?
Mengomentari kematian ibu Bujang, Tuanku Imam berkata, "Saat hari kematian tiba. Itu adalah hari terindah miliknya. Genap pengabdiannya, tunai baktinya. Meski bisa jadi menjadi hari yang tidak indah bagi bapakmu. Bagimu." Hidup ini tidak pernah tentang mengalahkan siapapun. Hidup ini hanya tentang kedamaian di hatimu. Saat kau mampu berdamai, maka saat itulah kau telah memenangkan seluruh pertempuran
Ada yang perlu menjadi catatan pada jalan cerita. Meski jalan cerita hak sepenuhnya penulis. Si Bujang yang selama 15 hidup di hutan dan tak bersekolah begitu mudahnya menyesuaikan diri dengan kehidupan kota dan lulus master dari USA. Bujang memang istimewa. Terlalu istimewa. Cerita shadow economy seakan dalam dunia tersendiri.Â
Seperti cerita Farm nya George Owell dalam dunia binatang. Apapun bisa terjadi. Kalau Farm masih bisa dimaklumi karena cerita fabel dalam dunia binatang. Seperti cerita film kartun yang apapun bisa terjadi. Bahkan dilindas kereta saja tubuhnya hanya gepeng dan nanti tumbuh lagi dan tidak mati.
Semua cerita seperti membawa senjata, membawa pasukan bersenjata dengan helicopter dari luar negeri, membawa pesawat jet, mencuri koleksi museum di Singapura yang sangat ketat pengamannya, pertempuran di gedung tinggi, pertempuran di pelabuhan dll tak ada sedikitpun yang bersentuhan dengan aparat pemerintah. Seolah tak sedikitpun tersentuh oleh regulasi di Negara itu. Persis seperti adegan film-film mafia, yakuza yang biasa saja dengan kekerasan dan pembunuhan.
Juga mempersiapakan tim White, anaknya Frans si Amerika yang mantan marinir dengan senjata komplet, mengumpulkan beberapa temannya dari luar negeri dan membawa heli dalam waktu sehari? Berlaku juga untuk Tim Salonga dengan murid-muridnya penembak jitu dari Philipina, yang menyiapkan tim dalam waktu sehari untuk membantu Bujang menyerang maskar besar di sebuah gedung di jalan utama ibukota yang dikuasai Basyir?
Yeah apapun yang ada novel ini cukup enak dinikmati. Tak terlalu berat. Enak dikunyah sedikit-sedikit  tiap hari di sela waktu. (Sunaryo Broto, Bontang, 8 Oktober 2017)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H