Menjadi seorang guru merupakan pekerjaan yang sangat mulia, membantu perkembangan peserta didik dan meneteskan karakter baik pada diri anak merupakan tugas utama guru. Lebih sepesifik lagi, tugas guru bimbingan dan konseling adalah membantu peserta didik mencapai tugas perkembangan melalui keahlian-keahlian yang dimiliki guru BK. Menurut Shertzer dan Stone (1981) Bimbingan  adalah suatu proses membantu orang perorangan untuk memahami dirinya dan lingkungan hidupnya.
Sedangkan Konseling menurut pandangan Shertzer dan Stone (1980) menyatakan bahwa konseling sebagai suatu proses interaksi yang membatu pemahaman diri dan lingkungan dengan penuh berarti, dan menghasilkan pembentukan, dan atau penjelasan tujuan-tujuan dan nilai-nilai perilaku di masa mendatang. Dilihat dari definisi tersebut sudah dapat dilihat bahwa pekerjaan sebagai guru bimbingan dan konseling tidaklah mudah, harus dilaksanakan secara profesional sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara moral.
Anggapan peserta didik mengenai guru BK yang kurang kerjaan, mencari-cari masalah, menghukum, dan menjadi "polisi" sekolah merupakan pemikiran yang tidak dapat dibenarkan. Kini guru-guru BK berlomba-lomba menjadi guru yang menarik perhatian bagi peserta didik agar peserta didik merasa nyaman, aman dan memercayai konselor. Tidak hanya peserta didik yang menganggap guru BK kurang kerjaan, bahkan sesama guru pun mengatakan bahwa guru BK memiliki banyak jam kosong tetapi gaji yang didapatkannya sama.
Hal seperti itu tidak menyurutkan semangat guru BK untuk terus mengabdi dan memberikan pelayanan kepada peserta didik secara maksimal. Menghilangkan pandangan negatif tentang guru BK tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak hal yang harus dikerjakan terutama pelayanan konseling individual dan konseling kelompok yang harus dilaksanakan sesering mungkin. Selain itu, guru BK harus menunjukkan perilaku yang bertentangan dengan pandangan negatif tersebut agar peserta didik percaya bahwa guru BK bukan "polisi" sekolah dan lainnya.
Disukai atau disenangi peserta didik adalah kunci keberhasilan guru BK, apabila guru BK menjadi musuh bagi peserta didik maka kehidupan Bimbingan dan Konseling di sekolah terancam gagal, karena tidak adanya kepercayaan dari peserta didik. Agar disenangi, guru BK harus mendengarkan keinginan dan keluh kesah setiap peserta didik, memberikan senyuman disertai candaan saat berjumpa maupun saat memberikan layanan, tidak menghukum secara fisik namun memberi hukuman secara akademik seperti diminta membuat rangkuman materi pelajaran, dan akrab dengan peserta didik yang terasingkan maupun yang "nakal". Hal-hal semacam itu sederhana namun mampu membangkitkan rasa intim atau kedekatan secara mendalam kepada semua peserta didik. Dengan begitu peserta didik tidak akan ragu melibatkan konselor untuk membantu menyelesaikan tugas perkembangan yang sedang dijalaninya.
Saya Bangga Menjadi Guru BK...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H