Lebih dari itu, Ramadan mengajarkan seni melepaskan. Menyimpan dendam ibarat membawa batu dalam tas setiap hari. Lama-kelamaan, beban itu menggerogoti kebahagiaan. Padahal, kebencian tak pernah membawa kemenangan sejati.
Di bulan ini, umat Muslim diajak fokus pada transformasi diri: meninggalkan kebiasaan buruk, memperbanyak amal, dan membersihkan hati dari racun emosi. Dendam, dalam konteks ini, adalah sampah yang perlu dibuang. Melepaskannya bukan berarti melupakan pelajaran dari luka yang ada, melainkan memilih untuk tidak lagi memberi ruang bagi kepahitan itu tumbuh subur.
Pada akhirnya, memaafkan adalah hadiah terindah yang seseorang berikan untuk dirinya sendiri. Ramadan, dengan segala kekhusyukannya, adalah sahabat yang mendampingi proses itu. Ia tak memaksa untuk melupakan luka, tetapi mengajak melihatnya dari sudut pandang yang lebih bijak: bahwa setiap insan rentan khilaf, bahwa pengampunan adalah jalan menuju kedewasaan jiwa.
Di bulan yang suci ini, beban masa lalu bisa diubah menjadi pupuk yang menyuburkan hati. Ketika lampu-lampu masjid menyala di malam hari, dan tangan-tuhan terkatup dalam doa, mungkin inilah saatnya melepaskan semua yang membelenggu jiwa.
Sebab, di balik ikhlasnya memaafkan, ada kedamaian yang menanti---seperti udara sejuk setelah hujan Ramadan membasuh bumi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI