Beberapa
minggu yang lalu saya berkunjung ke Kota Kediri. Kota yang menurut saya sangat
sarat dengan perjalanan sejarah keIndonesiaa, dan sarat dengan nilai-niali
kearifan lokal. Kekhasan dari Kota ini adalah peninggalan sejarah pada jaman
Majapahit dulu dengan Petilasan Pamuksan Jayabaya, Kali Brantas yang sangat
setia mendampingi masyarakat Kediri dalam menjalani dan meneruskan gerak
sejarah kehidupan, juga kondisi sosial yang plural namun bisa hidup
berdampingan dengan kedamaiannya masing-masing.
Pada
kesempatan berkunjung saat itu, saya berkesempatan untuk menikmati Bendungan
Gerak Waru Turi dengan keindahan panorama sinar merah matahari yang mulai
menyusup dibalik gerak awan sore hari. Bendungan Gerak ini tidak begitu besar
menurut saya, namun entah kenapa ketika saya menikmati lebih dalam dengan
merasuk menyatu dengan keadaan di situ-mencoba memanggil dan mengajak masuk ke
relung jiwa terdalam saya-suara gemuruh aliran air sungai Brantas yang
terbendung perlahan mulai bisa saya rasakan didalam diri saya, suara cit cit
cuit burung-burung berterbanganpun juga mulai terdengar dengan jelas, berikut
angin yang berdesir kencang juga mampu merasuki telinga. Saya menjadi terhanyut
kedalam kemanunggalan dengan alam Bendungan Gerak.
Suara
gemuruh gerojokan aliran air sungai yang terbendung itu menjadi satu sebab
munculnya bersitan ide dalam pikiran saya ditengah heningnya suasana jiwa. "owh,...jebul
yen banyu kali sing mili deres njur dibendung ki suarane koyo mengkene
to.bergemuruh keras..." bersitan dalam pikiranku. "kalau begitu, seperti inikah
rasanya ketika pikiran-pikiran kita;gagasan-gagasan kita;keinginan-keinginan
kita juga dibendung. Mereka akan membuat diri kita bergemuruh. Tidak tenang dan
tidak normal aliran-aliran pikiran kita".
Dari
bersitan pikiran itu, saya pun terpancing untuk menelusuri lebih dalam lagi
tentang hakikat manusia. Manusia itu apa? Manungsa kuwi opo?
Saya
bisa merasakan benar dan jelas ketika itu bahwa manusia ini pikiran. Manusia ini
pikir. Selama menjadi manusia, disitulah ia akan terus menggunakan pikir. Kemudian
saya mencoba menelisik kedalam lagi, lalu apa fungsi pikir. Dari sini saya
terhenti. Dan saya menjadi teringat tokoh Filosof Jawa Ki Ageng Suryomentaram
yang juga mengulas tentang "manusia itu apa? Dan bahwa manusia itu pikir".
Watak
dari pikir adalah terus memproduk keinginan (karep)
dan terus memproduk gagasan-gagasan. Jadi, pikiran itu berisi
keinginan-keinginan dan gagasan-gagasan. Gagasan-gagasan ini berisi catatan-catatan
(catetan) perjalanan hidup manusia
itu sendiri selama hidupnya.
Dengan
demikian manusia ini sesungguhnya adalah si tukang berkeinginan dan si tukang
gagas. Kedua hal ini tidak bisa dibuang atau dihilangkan atau bahkan
dimusnahkan dari diri manusia. Selama ia masih manusia, ia pasti memiliki
keinginan dan selalu gagas. Menghilangkan dan memusnahkan kedua hal tersebut
berarti menjadikan manusia menjadi mayat. Sementara membendung kedua hal
tersebut justru akan menumpuk banyaknya keinginan dan gagasan, dan ini akan bisa
berakibat menimbulkan penyakit "owah
pikir".
Perlakuan
yang tepat adalah membiarkan pikir ini melakukan tugasnya...mewajarkan
aliran-aliran keinginan dan gagasan keluar-masuk-keluar-masuk...tidak perlu
membendung keinginan-keinginan dan gagasan-gagasan kita. Biarkan mereka
berjalan secara alami watak dasarnya. Yang terpenting tugas kita adalah "meruhi" mampu melihat secara sadar
setiap produk keinginan dan gagasan itu muncul. Buah dari "meruhi" keinginan dan gagasan adalah tercerahkannya diri kita
tentang hakikat dari keinginan dan gagasan itu sendiri. Hakikat keinginan
adalah "mulur-mungkret" (bertambah
dan berkurang). Satu keinginan tercapai akan memunculkan keinginan yang lain
yang lebih (mulur), tetapi ketika
satu keinginan tidak tercapai maka kita akan mengurangi keinginan (mungkret). Sementara hakikat gagasan memiliki
sifat berbeda. Dasare gagasan menika bedo.
Jadi, sifat dasar dari gagasan adalah berbeda. Gagasan itu isinya catatetan
perjalanan hidup masing-masing orang. Sementara masing-masing orang menjalani
kehidupan sama sekali tidak ada yang sama persisi, dengan demikian catatan
setiap orang pasti berbeda. Ketika gagasan setiap masing-masing orang berbeda
lalu kenapa kita harus mempersoalkan mereka yang berbeda dengan diri kita,
apalagi cuma berbeda catatan saja.
Aliran
air sungai Brantas adalah perumpamaan aliran-aliran pikiran manusia. Membendung
aliran-aliran pikiran (keinginan dan gagasan) hanya akan memiliki dampak
penyakitan "owah pikir". Membiarkan mengalir
secara wajar sesuai dengan watak alaminya adalah lebih menyehatkan secara
psikologis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H