Sejak beberapa hari yang lalu kami agak heran, di Hokuen (play group) anak lanang dipelihara ulat.  Banyak sekali, beberapa keranjang yang berisi ratusan ulat berukuran sangat kecil.  Setiap sore, saat kami menjemput Abe kun, beberapa sensei-nya asyik memilih dan memilah ulat-ulat tersebut. Melihat hal tersebut, kami (saya dan istri) ngobrol lebih lanjut.  Penilaian kami sangat positif, ternyata sains sudah diajarkan di Jepang sejak play group, sejak mereka berusia masih sangat kecil. Bahkan membaca pun belum bisa.  Kami berpikir ulat-ulat tersebut pasti untuk menjelaskan proses metamorphosis ulat menjadi kempompong kemudian menjadi kupu-kupu. Kebetulan saat ini sudah akhir musim semi, sudah saatnya anak-anak mushitori atau mencari kupu-kupu malam eh siang.
Â
Kadang anak-anak hokuen juga diajak senseinya memilih ulat-ulat tersebut yang memang tidak menyebabkan gatal sehingga aman.  Mungkin tujuannya agar anak-anak tidak jijik melihat ulat atau serangga.  Jepang memang luar biasa dalam hal pendidikan biologi khususnya mengenalkan biodiversitas tumbuhan dan hewan.  Menurut kuliah yang pernah saya ambil semester lalu, Jepang termasuk negera terbagus dalam menjaga dan mengenalkan biodiversitas. Buku-buku IPA milik Embun yang kelas 3 SD isinya tidak ada rumus sulit, tetapi banyak sekali informasi tentang tumbuhan atau hewan dengan ciri khasnya masing-masing.  Bahkan suatu saat, ketika saya memetik bunga tanpopo yang sudah gugur kelopaknya, dia langsung menjelaskan dengan detail bahwa bunga itu tadinya adalah bunga berwarna kuning yang letaknya tak jauh dari situ.  Sebagai tambahan informasi Embun menjelaskan bahwa bunga kecil dengan tangkai tak lebih dari 30 cm tersebut memiliki akar yang panjangnya lebih dari 2 meter. Ternyata di buku Embun terdapat informasi berbagai macam tumbuhan dan hewan yang cukup lengkap, yang dia pelajari sambil mencari wujud asli dari tumbuhan dan hewan tersebut sehingga tidak sekedar membayangkan. Mulai saat itu, saya sebagai dosen MIPA (Kimia) merasa terpukul gembira, ternyata banyak pengetahuan yang tidak tahu, dan semakin kesini semakin kalah dengan anak yang baru berusia 9 tahun.  Dan untuk selanjutnya, berdasarkan informasi dari Embun saya jadi tahu berapa ukuran anak kanguru ketika baru lahir serta berapa kecepatan lari kanguru. Anda tahu berapa berat anak panda yang baru lahir?? Tanya ke anak saya saja…
Kemarin sore, ketika menjemput Abe kun kembali kami terkejut, ternyata ulat-ulat tersebut kemudian diletakkan di rangka kipas yang ditancapkan pada plastisin (lempung sintetik). Dari waktu ke waktu ulat bergerak di antara rangka bambu tersebut sambil mengulurkan suteranya. Ya betul, ulat yang dipelihara di hokuen tersebut adalah ulat sutera. Ternyata anak-anak berusia 3-4 tahun tersebut sedang dikenalkan dengan proses produksi benang sutera yang kemudian ditenun secara alami menjadi kain sutera yang menyelubungi rangka kipas. Dan akhirnya jadilah kipas sutera putih yang sangat halus hasil produksi dari para ulat tersebut. Berikut ini beberapa fotonya.
Â
Wah…ternyata kemudian tidak cuma anak saya yang berumur 9 tahun yang mengalahkan orang tuanya, anak lelaki berumur hampir 4 tahun itu pun sudah mulai lebih tahu dari bapaknya. Lha bapaknya, baru sekarang melihat wujud ulat sutera yang sedang beraksi menenun benang mahal itu. Anda pun ingin tahu? Berikut ini sedikit video yang berhasil kami rekam atas aksi ulat-ulat tersebut.
Â
Salam dari pinggiran Jepang, 2 Juli 2015.
https://www.youtube.com/watch?v=ufL_FD4d7nI&feature=youtu.be
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H