Mohon tunggu...
masunardi
masunardi Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen

hanya dosen jelata...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Harmonisnya SBY-Jokowi…(Suksesi Indonesia pertama yang penuh senyum…)

24 Agustus 2014   17:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:42 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1408850271344001125

[caption id="attachment_320745" align="aligncenter" width="499" caption="Sumber: Kompas.com"][/caption]

Mari melihat pilpres kali ini dari perspektif presiden baru dan presiden lama, dari keharmonisan hubungan SBY dan Jokowi serta Budiono dan JK.  Sebuah kesejukan yang luar biasa yang mampu mengalihkan panasnya protesnya pihak yang satunya lagi.  Berita terakhir di Kompas bahkan akan ada pertemuan antara SBY dan Jokowi untuk membahas masa transisi.

Kilas balik sejak NKRI berdiri, suksesi dari Soekarno ke Soeharto berjalan seolah tanpa ada koordinasi, bahkan seperti permusuhan abadi 2 keluarga.  Suksesi Soeharto ke Habibie meninggalkan luka serius pada satu pihak hingga seolah tak ada tegur sapa sampai Pak Harto meninggal dunia.  Suksesi Habibie ke Abdurrahman Wahid juga tak terlalu terkoordinasi meski mungkin tak ada masalah pribadi.  Serah terima jabatan dari Gus Dur ke Megawati juga tak seindah hubungan bak kakak adik  keduanya.  Apalagi suksesi dari Megawati ke SBY, sepuluh tahun tak cukup untuk mengobati luka hati ketua umum PDIP itu.

Namun kali ini, suasana lain terasa secara nyata.  Keindahan hubungan SBY-Jkw menunjukkan kepedulian yang luar biasa terhadap keberlangsungan negeri ini.  Saya termasuk yang tidak setuju dengan berita di media tentang anggapan SBY ingin “ngrecoki” Jokowi, karena pada dasarnya negeri ini adalah tanggung jawab bersama, pembangunan harus berjalan berkesinambungan dan terarah, siapapun presidennya karena NKRI adalah milik kita.
Saya bukan pengagum SBY, tidak pernah memilih SBY dalam 2 kali pilpres, namun kali ini saya cukup salut dengan langkah SBY yang memang luar biasa.  Entah itu pencitraan atau bukan, namun langkahnya adalah sebuah kebijaksanaan.  Siapapun yang jadi presiden harus kita bantu untuk menghebatkan negeri ini. Di luar konteks koalisi partai di DPR yang mungkin masih terhambat hubungan SBY-Megawati, harus kita maknai niat baik keduanya memang untuk Indonesia.


Mungkin banyak yang berpikir langkah SBY adalah untuk mencari keamanan atau keuntungan pribadi, berpijak pada keputusan Demokrat netral atau bermain dengan dua kaki saat pilpres kemaren.  Meskipun pada akhirnya di tikungan terakhir menyatakan mendukung No.1 tetapi beberapa orang  politisi Demokrat mendukung No. 2.  Langkah yang cantik dari partai yang baru terpuruk karena banyaknya kader yang tertangkap korupsi.  SBY memang luar biasa…dan kali ini saya menganggapnya sebagai negarawan sejati.  Dan hal itu bisa terjadi karena Jokowi juga luar biasa, selalu menunjukkan kesederhanaan dan kesahajaannya tanpa dendam dan kesombongan.  Kita masih ingatkan bagaimana Jokowi menghormati Bibit Waluyo meski telah menghinanya berkali-laki?!

Atau jika kita melihat sisi SBY dan JK, membayangkan keduanya memang seolah luar biasa.  Dari partner kerja menjadi rival dan kemudian menjadi kawan lagi.  Sebenarnya begitulah seharusnya politik, sekedar alat untuk membangun bangsa dan bukan untuk menguasai negara.  Tak boleh ada dendam pribadi apalagi sampai harus memecah belah negeri dan rakyat.  Presiden atau yang lain hanyalah giliran dan jatah bagi yang “ketiban sampur” untuk menghabiskan energi memikirkan bangsa, dan bagi yang tidak terpilih malah bisa berbahagia karena tak ada beban berat yang harus dipikul.  Ketika kemaren Hatta Rajasa juga mengajak pendukung dan simpatisan PAN menghormati keputusan MK, maka itu juga adalah sinyal perdamaian sudah tiba.  Saya yakin, dalam hal ini SBY juga menjadi faktor X keputusan Hatta Rajasa yang juga besannya.

Sudahlah....ketika palu MK sudah diketuk, berarti semuanya sudah final dan mengikat...pesta sudah usai dan kita harus kembali bersama bekerja di bawah ulil amri yang baru. Jangan lagi ada amarah dan fitnah, jangan lagi ada yang saling menuduh PKI, komunis, zionis, antek asing atau yang lain bahkan mengancam memisahkan diri atau balas dendam secara politik. Jangan sampai energi kita 5 tahun ke depan hanya habis untuk menebar kebencian dan mengeluarkan caci maki. Indonesia perlu orang yang bisa membantu atau minimal diam dan tidak mengganggu. Ada waktunya nanti untuk berkompetisi lagi. Sudahlah...jangan lagi share status-status nggak jelas yang hanya menghasilkan provokasi, semua proses sudah dilalui dan akhir pembuktian adalah seperti ini. Kecewa boleh saja namun gelap hati dan mata jangan sampai terjadi. Sudahlah...kita bantu saja Jokowi-JK menghebatkan negeri ini....kalau kita masih merasa Indonesia...

Terima kasih Pak SBY…

sumber gambar Kompas.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun