Mohon tunggu...
masunardi
masunardi Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen

hanya dosen jelata...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Muda, Sekolah dan Travelling-lah Sejauh Mungkin Selagi Masih Single!

15 Maret 2016   09:41 Diperbarui: 15 Maret 2016   10:59 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  [caption caption="dokumen pribadi"][/caption]Bukan berarti yang sudah tua maupun menua tidak boleh sekolah tinggi. Bukan pula menyesal baru sekarang bisa sekolah di luar negeri setelah umur kepala tiga dengan ditemani dua anak dan satu istri. Sekedar berbagi cerita dan pengalaman, bahwa ketika sekolah ke luar negeri ketika masih single, maka sepertinya lebih banyak petualangan seru yang akan dinikmati. Tentu saja kuliah dengan membawa anak serta istri juga menarik, karena ada hiburan tersendiri di saat tensi meninggi karena riset tak kunjung berhasil. Cerita ini terutama untuk kuliah di luar negeri untuk jenjang master atau doctoral.

Dilema lebih besar akan melanda orang yang sudah berkeluarga, terlebih punya anak kecil, untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Keluarga diajak berarti ada teman untuk belajar namun di sisi lain jumlah uang beasiswa terbatas. Jika keluarga tidak diajak berarti akan terjadi Long Distance Relationship atau LDR sehingga sering juga mengganggu konsentrasi. Kalau suami istri kuliah bareng? Dari sisi beasiswa enak namun jika membawa serta anak berarti harus sering berbagi konsentrasi, bergiliran belajar dan mengasuh anak. Untuk kasus LDR sering kali lebih luar biasa karena perlu tenaga ekstra, pagi sampai sore di kampus dan malam begadang hanya demi ngobrol dengan keluarga.

Sebagai orang tua yang harus tetap sekolah, kadang kami cukup iri dengan anak-anak muda usia dua puluhan yang sedang mengambil sekolah di luar negeri. Jika dilihat dari postingan maupun mendengar cerita mereka, maka sering kali didominasi oleh acara travelling yang luar biasa hebat. Jika kuliah di Jepang misalnya, pasti hampir semua pulau dan kota akan dikunjungi. Lha mereka begitu bebas menikmati harinya terutama saat liburan. Uang tidak masalah karena ada tiket juhachikippu yang harganya flat pada saat tertentu untuk mengelana ke seluruh Jepang. Banyak juga tiket diskonan ke berbagai tujuan di Jepang pada saat saat tertentu. Pokoknya asal ada libur, meski duit tinggal sedikit bukan alasan untuk tidak dolan. Lha kami?! Mau liburan harus menyesuaikan jadwal anak dan istri dan riset. Waktu juga tidak sembarangan karena anak kecil harus dijaga eksra kesehatannya. Capek sedikit akan mudah sakit. Tidak mungkin backpack-eran dan tidur di hotel kapsul dengan mengajak anak usia 5 tahun kan?! Belum lagi masalah biaya dolan, harus ada dana tambahan karena menanggung banyak anggota keluarga. Apalagi di Jepang, menginap di hotel hitungannya adalah jumlah orang yang akan menggunakan kamar, bukan sekedar kamar double atau single.

Tentu saja ada enaknya kuliah ditemani dengan keluarga. Makan biasanya lebih terjamin. Hidup juga mungkin agak lebih teratur serta di rumah lebih banyak hiburan murah. Namun selain susah travelling, manajemen waktu untuk belajar juga harus lebih pintar. Anak tak akan mau begitu saja ditinggal membaca jurnal atau mengerjakan tesis. Anak-anak (dan istri) juga pasti minta perhatian. Jadi ketika sampai di rumah harus segera melupakan jurnal dan buku, karena selalu ada yang minta perhatian juga. Teknik yang kami gunakan selama di sini adalah pulang tepat waktu, jam enam sore, dan setelah anak-anak tidur langsung ikut kabur lagi ke kampus demi menyelesaikan tugas riset yang tertunda. Jadwal rutin kami: bangun tidur, masak dan menyiapkan obento anak pertama, mengantar ke PAUD anak kedua, fokus di kampus, menjemput anak, mengurus anak sampai tidur. Nonton pentas musik atau film?! Akh, sepertinya hampir tak masuk akal. Tak mungkin nonton konser AKB48 mengajak anak kecil juga kan?

Jadi, anak muda, setelah belajar sejarah seperti kata Tere Liye, maka sekolahlah sambil melanglang buana. Sekolahlah sambil bermain, bergaul, dan berwisata. Dan itu lebih bebas dilakukan ketika masih muda dan jomblo. Biarkan dunia tahu, menjadi jomblo ataupun single juga ada manfaatnya. Sekolah bukanlah sekedar sekolah, tetapi juga petualangan menjelajah dunia yang sangat menyenangkan. Sekolahlah sejauh dan setinggi mungkin anak muda, banyak beasiswa yang tersedia, termasuk di Indonesia. Segera ambil bagian untuk menjadi pejuang dan traveler kelas dunia dunia tanpa menunggu tua, tanpa menggunakan duit orang tua.  Setiap hari engkau akan bisa posting tempat baru di berbagai belahan dunia melalui akun fesbuk, instagram, path dan semua sosial media yang engkau punya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun