Dua hari ini adalah ujian masuk PTN secara nasional di Jepang. Kampus harus steril sejak hari Jumat malam pukul 18.00, semua harus meninggalkan ruangan laboratorium kalau tidak ingin ditegur satpam. Dua hari ini pula mahasiswa tidak diijinkan masuk kampus kecuali dengan surat ijin khusus yang harus sudah diperoleh beberapa hari sebelumnya, dengan persetujuan supervisor tentu saja. Semua pintu gerbang kampus dan pintu masuk otomatis ke lab di-inaktifkan.
Ujian masuk S1 di PTN di Jepang menurut saya agak ribet. Melalui beberapa kali proses seleksi. Hari ini adalah seleksi nasional tahap pertama, bukan untuk memilih jurusan ataupun universitas yang diminati siswa lulusan SMA tetapi tahap seleksi awal untuk menentukan nilai atau score kemampuan siswa lulusan SMA.
Biasanya satu hari setelah ujian akan ada perusahaan yang membuat kunci jawaban soal-soal ujian kemarin dan hari ini sehingga siswa peserta bisa menghitung sendiri score mereka yang berfungsi untuk menentukan tindak lanjut langkah mereka yang akan kuliah, MENENTUKAN jurusan dan universitas pilihan.  Bagi yang score-nya bagus, maka mereka akan berhak memilih universitas terbaik di Jepang. Bagi yang score-nya biasa, mereka harus sadar diri untuk kuliah di universitas kelas yang lebih rendah, itupun melalui suatu rangkaian tes berikutnya. Â
Setelah lulus tes, permasalahan berikutnya adalah biaya. Bagi yang berasal dari keluarga mampu mungkin bukan masalah. Tetapi jika berasal dari keluarga biasa maka solusi terbanyak yang diambil adalah hutang pada negara yang akan dikembalikan mengangsur setelah lulus dan memperoleh pekerjaan.Â
Hampir tak ada beasiswa seperti halnya bidik misi di Indonesia, yang bahkan sebagian malah digunakan untuk membayar angsuran motor orang tuanya. Hidup dan kuliah di Jepang memang keras. Beberapa mahasiswa bisa beruntung tidak harus membayar hutang mereka kepada negara jika telah dianggap berprestasi untuk institusi atau negara atau setelah lulus berhasil menjadi pegawai negeri.
Berapa biaya kuliah di Jepang? SPP rata-rata sebesar 267.900 yen per semester (sekitar Rp. 30 juta) serta admission fee sebesar 282.000 yen (sekitar Rp. 32 juta) yang dibayarkan sekali selama kuliah, termasuk jika akan lanjut ke S2 dan S3 tidak perlu membayar lagi. Biaya itu hampir sama di semua universitas negeri di seluruh Jepang dan belum naik sejak belasan tahun yang lalu. Tak ada pungutan lain. Biaya hidup? Bagi yang rumah orang tua satu kota dengan tempat mereka kuliah bukan masalah, tetapi jika harus menyewa apato/apartment/kos  sendiri berarti mereka harus lebih kerja keras.
Hampir semua mahasiswa S1 di sini kerja paruh waktu untuk hidup mereka atau minimal menambah uang saku. Sekali lagi, hampir tak ada beasiswa cuma-cuma seperti di Indonesia untuk jajan mereka. Biaya kos juga tidak murah, di kota kecil seperti kami tinggal paling murah sekitar 20.000 yen (2 juta per bulan).
Untuk biaya makan, listrik, gas, air, telepon dan internet lebih dari 50.000 yen. Jadi jika di kalkulasi dengan biaya SPP, mungkin secara kasar sebulan memerlukan lebih dari 150.000 yen. Â Bayangkan jika orang tua mereka hanya bergaji 300.000 yen (Rp. 35 juta), gaji rata-rata orang Jepang setelah bekerja agak lama di suatu tempat, wajar jika tidak mampu membayar biaya kuliah anaknya. Sebagai gambaran, standar gaji awal pegawai tetap di Jepang adalah sekitar 200.000 yen untuk lulusan S1 dan 220.000 yen untuk lulusan S2. Setelah lulus SMA anak Jepang memang harus mandiri.
Tahun keempat adalah tahun krusial bagi anak S1 di Jepang. Mereka harus sudah memperoleh pekerjaan sebelum lulus atau beberapa mengambil keputusan melanjutkan kuliah S2 daripada lulus tetapi belum bekerja. Sistem kuliah S1 di Jepang adalah paket, hampir semua selesai dalam waktu 4 tahun persis, itupun wisuda hanya sekali yaitu pada bulan Maret. Tanggal 1 April adalah tanggal istimewa karena awal sekolah, kuliah dan bekerja biasanya adalah pada tanggal tersebut.Â
Jadi sebelum ujian akhir (biasanya bulan Januari) mereka sudah harus dapat pekerjaan. Perusahaan dan semua instansi pemerintah pun melakukan rekruitmen kerja sebelum bulan itu. Bahkan kadang satu tahun atau setengah tahun sebelum kelulusan. Jaminan dari supervisor serta sistem yang perkuliahan yang menyatakan mereka akan lulus pada waktu yang telah ditentukan membuat semua berjalan lancar. Kadang ada juga yang bermasalah, beberapa tahun yang lalu ada anak S1 yang menunda lulus karena belum memperoleh pekerjaan karena perubahan rencana tidak lolos masuk S2, padahal sudah ujian skripsi dan tinggal menjilid dan mengumpulkan. Tetapi  karena beban berat lulus tanpa pekerjaan, dia memilih menunda kelulusan satu tahun.
Mereka berusaha sebanyak mungkin mengikuti seleksi kerja dan bisa sebanyak mungkin lolos tes kerja sehingga bisa memilih yang paling mereka minati, karena setelah kontrak kerja ditandatangani, loyalitas ke tempat kerja adalah penting. Tak mudah berpindah kerja dari satu perusahaan ke perusahaan lain seperti halnya di Indonesia, selain adanya kebijakan jika loyal di satu perusahaan yang sama selama sekian belas tahun maka hutang ke negara saat kuliah akan dianggap lunas.