Mohon tunggu...
masunardi
masunardi Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen

hanya dosen jelata...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sudah, Dikebiri Saja Pelakunya...

11 Oktober 2015   06:50 Diperbarui: 20 November 2015   16:37 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harus berapa kali lagi kita mendengar kasus kekerasan seksual terhadap anak kecil?! Kekerasan seksual yang banyak terjadi di negeri kita membuat kita semakin miris dan prihatin sekaligus ketakutan. Sepertinya, saat ini semakin sulit mencari tempat yang aman untuk kita dan juga anak-anak kita terlebih yang masih kecil karena seolah kekerasan selalu mengancam di setiap tempat. Setiap kali membaca berita dikoran, internet atau melihat televisi selalu ada kasus pelecehan seksual dan kasus pemerkosaan baru, padahal kasus yang lama belum selesai. Dan terakhir, kasus mayat gadis 9 tahun di dalam kardus semakin membuat nyata bahwa bahaya ada di semua tempat dan situasi. Dan lagi, ada indikasi bahwa pelaku hampir semua memang mengidap pedofil.

Masih ingat wacana hukuman kebiri bagi pelaku pedofil dan atau para pemerkosa? Karena kegeraman dan kemarahan berbagai pihak atas maraknya kasus-kasus seperti itu, muncul wacana hukuman kebiri bagi pemerkosa, termasuk kebiri kimiawi yang semakin ramai belakangan ini yang dilontarkan oleh menteri kesehatan periode lalu dan para aktivis perlindungan anak.

Kebiri kimiawi (chemical castration) adalah upaya untuk menekan gairah seksual dengan memberikan hormon perempuan atau zat kimia anti libido tertentu kepada pelaku kekerasan seksual. Berbeda dengan kebiri fisik, kebiri kimiawi dilakukan tanpa membedah atau mengamputasi alat kelamin pria, tetapi dengan cara memasukkan bahan kimia antiandrogen melalui pil atau suntikan ke tubuh untuk memperlemah hormon testosterone sehingga akan terjadi reaksi kimia yang akan mengurangi atau menghilangkan libido atau hasrat seksual seseorang dalam waktu tertentu. Dengan cara seperti itu kejahatan yang sama diyakini tidak akan terjadi oleh orang yang sama.

Secara umum minimal ada tiga media untuk menghalangi produksi hormon testosteron dari laki-laki, antara lain cyproterone acetate yaitu hormon antiandrogen yang dapat diberikan secara oral; goserclin yaitu berupa hormone sintetik yang harus diinjeksikan di bawah kulit dan yang terakhir adalah medroxyprgester acetate, suatu hormon progesteron yang harus disuntikkan secara intramuskuler ke tubuh
Bagi laki-laki khususnya, hal tersebut akan sangat menyiksa dan memalukan karena kelelakiannya dibelenggu tetapi sebaliknya bagi masyarakat akan membuat rasa lebih aman dan membuat efek jera bagi calon pelaku lainnya. Kebiri kimiawi bisa menjadi alternatif bagi hukuman mati maupun seumur hidup karena pelaku tidak perlu menghuni lagi sel tahanan karena kadang di sel tahanan mereka malah akan belajar modus baru untuk kejahatannya agar lebih profesional.

Beberapa negara di dunia telah menerapkan hukuman kebiri kimiawi kepada pelaku kejahatan seksual misalnya Argentina, Australia, Israel, Selandia Baru, Rusia, yang kemudian diikuti oleh Korea Selatan, Moldova, Estonia dan Turki. Beberapa negara bagian Amerika Serikat misalnya California, Florida, Iowa, Lousiana, Montana, Oregon, Texas dan Wisconsin juga menerapkan hukuman tersebut dengan cara yang bervariasi sesuai dengan sistem hukum mereka.

Jerman telah lama menerapkan hukum kebiri kimiawi meskipun akhir-akhir ini ada desakan peninjauan kembali dari aktivis HAM dinegeri tersebut sehingga statusnya sekarang sedang dalam proses ditinjau kembali. Beberapa negara menerapkan hukuman kebiri kimiawi secara paksa seperti halnya hukuman badan tetapi sebagian negara menerapkan sebagai alternatif pengganti atau pengurangan hukuman fisik kepada terpidana.

Perbedaan pendapat mungkin akan datang dari sudut pandang hak asasi manusia (HAM), namun sebenarnya menurut beberapa ahli hukum, jenis hukuman ini tidak bertentangan dengan HAM karena tidak merampas hak pribadi seseorang karena secara kimia hukuman ini hanya terjadi untuk sementara waktu dan tidak permanen, jadi bisa dilakukan selama waktu tertentu misalnya 3 tahun, 5 tahun atau mungkin lebih panjang lagi sesuai dengan tingkat kesalahan pelaku sehingga tidak akan mengamputasi atau membunuh hasrat seks pelaku selama hidupnya tetapi sekedar menekan sementara. Jadi setelah selesai masa hukuman, yang bersangkutan bisa hidup dengan normal dan dengan harapan tidak mengulangi perbuatannya karena jera. Menurut penelitian yang pernah dilakukan di Jerman, dari sekitar 33 orang yang pernah di kenai hukuman kebiri kimiawi, sebagian besar masih mampu melakukan hubungan seks setelah selesai menjalani hukuman itu.

Apalagi secara realita, hukuman bagi pelaku pemerkosaan maupun pedofilia di Indonesia masih sangat ringan, rata-rata kurang dari 15 tahun sebelum pengurangan masa hukuman karena ketentuan KUHP hukuman hanya berkisar 3 sampai 15 tahun, sangat jauh dari yang diharapkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yaitu minimal 15 tahun penjara. Hukuman kebiri kimiawi sebenarnya masih jauh lebih ringan daripada kebiri secara fisik yang pernah diterapkan di Denmark pada tahun 1972 untuk menghentikan kasus serupa disana dan terbukti kasus pemerkosaan dan peodofilia menurun secara drastis.

Bentuk hukuman ini memang masih akan diperdebatkan dalam waktu yang cukup lama namun penulis secara pribadi sangat setuju diterapkan di Indonesia, terutama untuk kasus-kasus tertentu misalnya kejahatan seks berulang kali maupun pedofil sebagai efek jera ketika hukuman badan tak efektif lagi apalagi sebagian orang menganggap bahwa pedofilia adalah sebuah penyakit yang susah disembuhkan apalagi hanya sekedar kurungan jangka pendek. Bahkan sebagian beranggapan, justru khusus untuk pelaku pedofil, hukuman penjara akan menjadi waktu yang cukup efektif untuk merenung dan menyusun fantasi seksual baru yang lebih mengerikan selain memberi waktu mereka untuk memikirkan cara baru melakukan tindakan serupa dimasa depan agar lebih aman dan tidak tertangkap.

Di sisi lain, penjara atau kurungan akan meningkatkan kecenderungan agresif dalam diri seorang pedofil, sementara kebiri kimia berusaha membahas akar permasalahan dengan mengurangi hasrat dan bahkan fantasi seksual pelaku. Sudah saatnya anak-anak kita bisa belajar dan bermain dengan rasa aman dengan perlindungan hukum yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun