Sunan Gunung Djati-Hari ini, Selasa, 9 Februari 2010 saya membuka lembaran Koran HU Pikiran Rakyat. Pada halaman 23, ada berita yang membuat saya tertarik membacanya. Ya, judul berita itu, “Cina Menutup Bisnis Pelatihan Peretas”.
Pelaku bisnis peretas (hacker) itu mengajarkan materi tentang trik melakukan serangan di internet dan menyebarkan virus.
Masih dalam berita tersebut, keuntungan material dari bisnis ini mencapai lebih dari satu juta dolar AS, yang diambil dari sekira 17.000 yang masuk menjadi anggota. Black Hawk Safety Net (BHSN), dikabarkan merekrut anggota sebanyak 12.000 yang bersedia membayar secara online (daring).
Dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, Cina menjadi surga bagi perusahaan TIK untuk menarik hati warga di sana. Namun, apa boleh buat, para peretas Cina pada tahun lalu merusak sekitar 42.000 situs. Angka ini menjadikan negeri “tirai bambu”, sebagai Negara yang mengalami ledakan kejahatan cyber. Google adalah salah satu korbannya. Perusahaan yang berbasis kreativitas anak muda ini, juga tidak dapat menghindarkan diri dari ulah para peretas di Cina. Meretas keamanan situs agar dapat memasukkan program jahat (virus), tentunya akan mengakibatkan sebuah situs mengalami kerusakan. Dengan memasukkan Trojan, misalnya, pihak luar (sang peretas) akan leluasa mengakses dan mengendalikan komputer yang sudah terpapar virus tersebut. Dari mulai keyboard mengetik sendiri, ada control illegal dari luar, bahkan merusak sistem program aplikasi. Bagi saya, yang baru kemarin sore, mengenal dunia internet tentunya mengalami kegundahan. Antara takut dan cemas silih berganti menghantui perasaan ketika notebook ini terkoneksi ke jaringan internet. Seperti seminggu kemarin, notebook saya rusak oleh virus worm yang menjalar sampai ke system 32. Pada akhirnya, sampai sekarang, saya tidak dapat menjalankan program aplikasi yang diunduh untuk menyelesaikan pekerjaan rumah saya. Corel x3 yang hanya dapat digunakan sekali saja; ketika komputer direstart program tersebut tak dapat digunakan. Mozilla Firefox juga bernasib sama. Bahkan, dengan software-sofware yang lainnya. Wah, ada positif dan negatifnya, ulah para peretas yang tak bertanggung jawab ini. Positifnya muncul kreativitas dari para peretas lain yang menciptakan sistem pengamanan di dunia maya. Negatifnya, seperti yang menimpa perusahaan-perusahaan kecil; mereka tak mampu membayar web security yang handal karena keterbatasan biaya. Lagi-lagi, mereka akan merasa aman membangun kerajaan bisnisnya di dunia riil. Karena di dunia ini, perampoknya berwujud riil; tak seperti di dunia maya. Ketika bertransaksi secara online, jutaan uang melayang entah kemana. Seperti yang terjadi pada kasus pembobolan ATM itu, lho. Bagi yang masih awam seperti saya; hati-hati dan waspadalah mengelola jejaring di dunia maya. Silakan bertanya pada orang yang lebih mengerti tentang kejahatan virtual ini. Yang jelas, jangan hanya bisa merusak tanpa dapat membetulkannya kembali. Selamat berselancar saja di dunia maya ok!!!!! [SUKRON ABDILAH]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H