Sunan Gunung Djati-Sedikitnya ada tiga hal yang sering dikeluhkan jamaah shalat Jumat tentang khotbah Jumat atau ”kinerja” khotib di atas mimbar. Pertama, soal tema khotbah –tidak fokus, tidak menarik, dan tidak aktual. Kedua, soal ”durasi” –lama atau panjang-lebar. Ketiga, soal ”gaya” (style) berbicara –monoton, datar, atau ”lembut”.
Akibat ketiga hal tersebut, selama khotbah berlangsung banyak jamaah mengantuk — bahkan tertidur, tidak bisa menangkap pesan atau materi khotbah, bahkan ”menggerutu” usai Jumatan.
Tampaknya, para khotib yang tidak kita ragukan kepahamannya dalam hal ilmu agama, perlu memperdalam ilmu Public Speaking atau ilmu retorika. Ibaratnya, kita tidak meragukan soal kualitas peluru dan senjata para khotib, tapi dengan banyaknya keluhan jamaah, kita melihat ada masalah dalam hal teknis membidikkan senjata tersebut.
Para pakar Public Speaking memberi resep kepada kita tentang cara atau teknik berbicara di depan umum (pidato, ceramah, khotbah) atau teknik komunikasi efektif, misalnya konsep ”Brevity, Clarity, and Impact” (Ringkas, Jelas, dan Berdampak), juga tentang persiapan tema, fokus, dan ”atraktif” dalam penyampaian pesan.
Dalam hal teknik vokal sebagai salah satu elemen Public Speaking, kita mengenal intonasi (nada bicara), aksentuasi (penekanan pada kata-kata tertentu yang dianggap penting), speed, artikulasi (kejelasan pelafalan kata atau pronounciation), dan infleksi –lagu kalimat.
Selain itu, ada elemen Eye Contact (sapuan pandangan ke seluruh audience), dan Gesture (gerakan tubuh; harus alami, spontan, wajar, tidak dibuat-buat, penuh, tidak sepotong-sepotong, tidak ragu, sesuai dengan kata-kata, jangan berlebihan, variatif, tidak melalukan gerakan tubuh yang tidak bermakna –seperti memegang kerah baju, mempermainkan mike, meremas-remas jari, dan menggaruk-garuk kepala).
Sebenarnya, teknik public speaking khotbah sudah dicontohkan Rasulullah Saw, baik dari segi tema, durasi, maupun gaya. Di berbagai sumber atau literatur, kita bisa menemukan adab atau tata cara khotbah Jumat Rasulullah Saw dan nasihat para ulama sebagai berikut.
Lantang, Suara ”Keras”
Dalam aspek kelejasan (clarity), khotib disunahkan mengeraskan suaranya atau bersuara lantang saat khotbah agar jelas terdengar oleh jamaah.
“Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Kebiasaan Rasulullah Saw jika berkhotbah, kedua matanya memerah, suaranya tinggi, dan kemarahannya sungguh-sungguh. Seolah-olah beliau memperingatkan tentara dengan mengatakan “Musuh akan menyerang kamu pada waktu pagi”, “Musuh akan menyerang kamu pada waktu sore”. Beliau Saw juga berkata,”Aku diutus dengan hari kiamat seperti ini.” Beliau mengisyaratkan dua jarinya: jari telunjuk dan jari tengah…” (HR Muslim).
Ringkas, Tidak Lama