Mohon tunggu...
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung Mohon Tunggu... -

Sunan Gunung Djati adalah Harian Online Blogger Sunan Gunung Djati. Semula berawal dari Komunitas Blogger Kampus UIN SGD Bandung yang terbentuk pada tanggal 27 Desember 2007. Sejak 9 Februari 2009 dapat mengudara di Jagat Internet. Staff Redaksi: Pimpinan Umum: Ibn Ghifarie| Pimpinan Redaksi: Sukron Abdilah| Pengelola dan Keamanan Website: Badru Tamam Mifka, Zarin Givarian, Ahmad Mikail| Desain: Nur Azis| Kontributor Tetap: Pepih Nugraha (Senin-Ngeblog), Neng Hannah (Selasa-Gender), Bambang Q Anees (Rabu-Filsafat), Asep Salahudin (Kamis-Kesundaan), Afif Muhammad (Jumat-Teologi), ASM Romli (Sabtu-Media) Tim Susur Facebook: Cecep Hasanuddin, Reza Sukma Nugraha Tim Susur Blog: Amin R Iskandar, Jajang Badruzaman, Dasam Syamsudin, Dudi Rustandi. Seputar Redaksi: redaksi@sunangunungdjati.com Ayo Ngeblog, Ayo Berkarya! Selengkapnya klik www.sunangunungdjati.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Embun KKN 2010

31 Maret 2010   09:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:05 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sunan Gunung Djati-Pagi ini seperti biasa udara sejuk menyapa kota tempat tinggal saya. Kesejukan kota ini memang sudah terkenal sejak dahulu.

Meski sudah tak sedingin seperti 13 tahun yang lalu saat saya pertama kali menginjakan kaki, namun tetap saja udaranya lebih sejuk dari kota lain yang pernah saya tinggali. Kesejukan terasa memasuki hati, semua ini karena keramahan dan kebaikan para penghuninya. Bandung memang kota impian semenjak saya kecil. Mimpi itu sedikit demi sedikit sedang saya wujudkan di sini.

Setelah mengantarkan kedua anak saya bersekolah, saya memacu sepeda motor menuju kampus tempat mengajar. Beberapa panggilan telefon tak sempat saya angkat menemani perjalanan. Sampai di fakultas tempat saya mengajar, saya disambut senyum manis dan tatap mata ceria seorang mahasiswa yang hendak bertemu. Bagi saya, dia merupakan mahasiswa yang istimewa. Darinya pagi ini sebuah semangat mengaliri tubuh dan menyejukan hati.

Dindin Saepudin nama mahasiswa itu. Komunikasi dan Penyiaran Islam merupakan jurusan yang ia tekuni selama hampir empat tahun ini. Dia adalah mahasiswa KKN yang saya bimbing tahun ini. Sepasang kruk kayu menjadi penyangga setia tubuhnya. Kedua kakinya mengecil akibat polio semenjak ia bayi. Namun kondisi ini tak menyurutkannya mengikuti semua proses pembelajaran termasuk KKN tahun ini.

Kali ini merupakan kali terakhir saya bertemu dengannya setelah rangkaian program KKN dijalankan. Karena keterbatasan fisiknya dia tak dapat berangkat menuju tempat KKN yang ditentukan kampus. Tahun ini, Bogor Timur dan Garut Selatan menjadi tempat lokasi KKN yang mengusung tema “Mengabdi dan Memberi Solusi dengan Gerakan Pembangunan Berbasis Lingkungan Masjid”. Dindin mendapatkan dispensasi yang istimewa dengan tetap menjalankan KKN dilingkungan tempat tinggalnya yaitu di Kelurahan Antapani Kidul Kota Bandung khususnya di mesjid at-Taqwa.

Hal yang membuat saya terkesan adalah bagaimana buku laporan harian ia tulis dengan terperinci dan menggambarkan jelas apa yang telah dia lakukan selama sebulan ini. Dari catatan harian KKN nya saya diajak melihat bagaimana kondisi tempat tinggal dan bagaimana seseorang yang memiliki keterbatasan fisik ternyata mampu melakukan apa yang mungkin sulit bagi seorang yang normal sekalipun.

Catatan harian itu mengisahkan kepada saya bagaimana ia mencoba untuk berbaur dengan jamaah masjid mulai dari anak-anak, remaja, ibu-ibu serta bapak-bapak. Mengajar anak-anak yang lincah dan menguras energi, pertanyaan remaja yang kritis, ibu-ibu yang meminta agar dia memberikan tausiah dan bapak-bapak yang juga mengharapkan terus kehadirannya di masjid. Kelelahan ia tuliskan dengan jelas dalam catatannya, namun semangat yang dimilikinya terus berkobar karena merasa hidupnya bermakna. Semangatnya terus tumbuh saat melihat tatap bening bola mata anak-anak TPA. Membuat keterbatasan fisik bukanlah apa-apa.

Semua itu terangkai dalam perjalanan KKN yang ia lakukan seorang diri. Yang paling membuat saya terkesan adalah ternyata selama ini dia sudah tidak bergantung secara materi kepada orang tuanya. Semua biaya kuliah dan hidup ia usahkan sendiri. Meski kedua kakinya tak bisa menyagga tubuhnya namun bagi saya ialah manusia yang bisa berdiri sendiri dengan kedua kaki kesungguhan yang dimilikinya. Dari dindin saya belajar bahwa fisik atau hal material bukanlah hal utama dalam menempuh perjalanan hidup. [NENG HANNAH]

Blue Diamond 17 Maret 2010

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun