Mohon tunggu...
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung Mohon Tunggu... -

Sunan Gunung Djati adalah Harian Online Blogger Sunan Gunung Djati. Semula berawal dari Komunitas Blogger Kampus UIN SGD Bandung yang terbentuk pada tanggal 27 Desember 2007. Sejak 9 Februari 2009 dapat mengudara di Jagat Internet. Staff Redaksi: Pimpinan Umum: Ibn Ghifarie| Pimpinan Redaksi: Sukron Abdilah| Pengelola dan Keamanan Website: Badru Tamam Mifka, Zarin Givarian, Ahmad Mikail| Desain: Nur Azis| Kontributor Tetap: Pepih Nugraha (Senin-Ngeblog), Neng Hannah (Selasa-Gender), Bambang Q Anees (Rabu-Filsafat), Asep Salahudin (Kamis-Kesundaan), Afif Muhammad (Jumat-Teologi), ASM Romli (Sabtu-Media) Tim Susur Facebook: Cecep Hasanuddin, Reza Sukma Nugraha Tim Susur Blog: Amin R Iskandar, Jajang Badruzaman, Dasam Syamsudin, Dudi Rustandi. Seputar Redaksi: redaksi@sunangunungdjati.com Ayo Ngeblog, Ayo Berkarya! Selengkapnya klik www.sunangunungdjati.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Apakah Film 3 Hati, 2 Dunia, 1 Cinta Poduksi Mizan Layak Dikategorikan Mendukung Pluralisme dan Menikah Beda Agama?

14 Juli 2010   06:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:52 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sudah menonton film 3 Hati, 2 Dunia, 1 Cinta produksi Mizan Productions? Film ini berkisah tentang seorang lelaki muslim dan gadis Katolik yang jatuh cinta dan berencana untuk menikah. Namun, kedua orang tua mereka menentang keras. Orang tua mereka tidak setuju, karena menurut keyakinan yang dianut, menikah beda agama tidak legal, alias haram. Sepasang kekasih tersebut, yang diperankan oleh Reza Rahardian sebagai Rosid dan Laura Basuki sebagai Delia, kemudian berusaha mencari cara agar hubungan mereka disetui orang tuanya. Mulai dari menggugat dasar filosofis alasan pelarangan nikah beda agama. Kalau manusia di mata Tuhan sederajat, mengapa dikotak-kotakkan ke berbagai agama dan dilarang menjalin cinta? Jangan-jangan Tuhan diskriminatif kepada manusia? Atau manusianya yang salah menafsirkan kehendak Tuhan? Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang diajukan oleh Rosid dan Delia. Tapi, orang tua mereka bergeming. Mereka kekeh dengan pandangan bahwa menikah harus dengan yang seagama.Bahkan, merekalah yang gentian mencari cara agar putra-putri mereka berpisah. Sampai di titik ini, sebenarnya film ini bagus dan memperkenalkan gagasan pluralisme dan nikah beda agama. Tapi, akhir cerita yang membuat sebagian orang kaget. Bachtiar Effendy, intelektual muslim, dalam acara diskusi film ini di Pondok Indah Mall 10 Juli 2010 lalu, mengatakan bahwa akhir dari cerita film ini kurang berani, terlalu lembut dan moderat. Akhir kisahnya dianggap tidak tegas. Sebaliknya, pihak dari Mizan Productions justru melihat ending dari film itu sebagai konsistensinya dari sikap toleran, menghargai kebebasan beragama dan tidak memaksakan sesuatu kepada orang lain. Film ini, menurut Mizan, justru mengedepankan sikap-sikap toleran. Mana yang benar? Benarkah film ini menunjukkan bahwa kini Mizan telah menjadi pluralis, liberal dan mendukung pernikahan beda agama? Atau sebaliknya, film ini justru mempropagandakan dakwah Islam dan tidak setuju dengan nikah beda agama? [Ibn Ghifarie]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun