Mohon tunggu...
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung Mohon Tunggu... -

Sunan Gunung Djati adalah Harian Online Blogger Sunan Gunung Djati. Semula berawal dari Komunitas Blogger Kampus UIN SGD Bandung yang terbentuk pada tanggal 27 Desember 2007. Sejak 9 Februari 2009 dapat mengudara di Jagat Internet. Staff Redaksi: Pimpinan Umum: Ibn Ghifarie| Pimpinan Redaksi: Sukron Abdilah| Pengelola dan Keamanan Website: Badru Tamam Mifka, Zarin Givarian, Ahmad Mikail| Desain: Nur Azis| Kontributor Tetap: Pepih Nugraha (Senin-Ngeblog), Neng Hannah (Selasa-Gender), Bambang Q Anees (Rabu-Filsafat), Asep Salahudin (Kamis-Kesundaan), Afif Muhammad (Jumat-Teologi), ASM Romli (Sabtu-Media) Tim Susur Facebook: Cecep Hasanuddin, Reza Sukma Nugraha Tim Susur Blog: Amin R Iskandar, Jajang Badruzaman, Dasam Syamsudin, Dudi Rustandi. Seputar Redaksi: redaksi@sunangunungdjati.com Ayo Ngeblog, Ayo Berkarya! Selengkapnya klik www.sunangunungdjati.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dipati Ukur sebagai Tolok Ukur

8 April 2010   05:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:55 3073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dipati Ukur pada titik tertentu dapat menjadi tolok ukur untuk merumuskan langkah strategis politik Sunda ke depan dan lebih luas lagi mendefinisikan manusia Sunda itu sendiri.

Minimal keberanian dan sikap kritis Dipati Ukur melawan Belanda di Batavia atau Mataram, terlepas motif di belakangnya, menanamkan satu keinsafan ihwal pewarisan manusia vokal dengan keteguhan memegang prinsip yang sekarang justru absen di tengah masyarakat Sunda. Menjadi sangat relevan justru di tengah situasi para politisi Sunda yang kehilangan wawanen untuk berkompetisi dengan politisi lain.

Dipati Ukur seakan hendak menunjukkan bahwa sikap kritis adalah bagian dari ruh kepribadian manusia Sunda. Komunikasi heurin ku letah tidak banyak mudaratnya, tetapi sering kali menjebak seseorang menjadi tertinggal dalam semua segmen kehidupan.

Sikap kritis itu sudah mendapatkan pijakan kultural, seperti tampak dalam Siksa Kandang Karesian yang memiliki tujuh fungsi (1) sebagai rawayan (jalan) dalam melakoni kehidupan, (2) sebagai pengendali diri agar tidak terseret ke dalam arus kehendak nafsu destruktif, (3) sebagai haluan tempat masyarakat menjangkarkan harapan masa depan, 4) sebagai counter culture terhadap budaya luar yang berseberangan dengan jati diri kesundaan, 5) sebagai “ideologi kritik” untuk melakukan protes atas persoalan sosial yang menyimpang dari alur jalan yang benar, 6) sebagai siasat (tarekah) untuk menciptakan kehidupan yang ajek, baik dalam makna personal maupun dalam ruang sosial, 7) untuk meneguhkan tentang relasi sosial yang setara dan demokratis.

Dipati Ukur seakan hendak tampil ke panggung “politik nasional” melakukan interupsi dengan sebuah pernyataan bahwa heurin ku letah sejatinya adalah cerminan manusia yang terjajah nilai dan budaya baru yang sama sekali tidak menggambarkan watak asli manusia Sunda. Eksistensi manusa yang genuine adalah otonom, kritis, dan merdeka, sebagaimana tecermin pada nilai-nilai purba yang dikemukakan Siksa Kandang Karesian.

Jangan-jangan keterpurukan manusia Sunda saat ini sebagaimana banyak ditenggarai para pengamat adalah karena kebanyakan di antara kaum elite Sunda lebih memilih mengambil opsi cari selamat sebagaimana kebanyakan bupati-bupati Priangan saat Dipati Ukur hidup. Mereka lebih terpikat berpolitik yang berporos pada semangat pragmatisme kebendaan ketimbang berjuang menegakkan nilai-nilai atau mencari kemungkinan baru untuk mewujudkan situasi yang lebih menjanjikan.

ASEP SALAHUDIN Wakil Rektor IAILM Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya [Kompas Jawa Barat, 3 April 2010]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun