Sunan Gunung Djati-Ilmu adalah amanat yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Ilmu yang kita miliki harus diamalkan dan digunakan dengan benar. Itulah ilmu yang bermanfaat).
Fungsi ilmu adalah untuk meningkatkan pengetahuan, memperbaiki diri, meningkatkan kualitas hidup dan semakin mendekatkan diri kepada Alah SWT. Menggunakan ilmu dengan benar adalah menggunakan ilmu pada tempatnya dan sesuai dengan fungsinya.
Dalam hidup ini, ada orang-orang tertentu yang tidak menggunakan ilmunya dengan benar seperti untuk kesombongan, untuk karir dan jabatan, untuk uang dan kekayaan, untuk mendapat pujian, untuk memperdaya orang, bahkan untuk menipu dan mencelakakan orang. Rasulullah SAW mengancam: “Barangsiapa mencari ilmu bertujuan untuk membanggakan diri di hadapan ulama, atau mendebat orang-orang bodoh, atau untuk mencari perhatian manusia, maka neraka adalah tempatnya” (HR. Tirmidzi). Beliau juga bersabda: “Ilmu itu ada dua: ilmu di hati dan ini yang bermanfaat. Dan ilmu di bibir yang digunakan untuk mengecoh orang lain, ini yang dilaknat.” Di bawah ini adalah ancaman-ancaman yang akan menjadi nyata pada orang-orang yang tidak menggunakan ilmunya dengan benar, baik buat dirinya sendiri maupun buat orang lain.
1. Lagu Ancaman pertama bagi orang yang ilmunya tidak digunakan dengan benar adalah lagu. Artinya, ilmu yang dimilikinya terdengar oleh orang lain hanya sebagai lagu atau nyanyian belaka. Kalau ia bicara tentang ilmu dan kemampuannya terdengar nyaring, menarik perhatian dan membuat orang kagum. Tapi, sebatas itu saja, tidak lebih. Ia sendiri tidak merasakan manfaat dari ilmunya itu, tidak naik derajatnya dan tidak menjadi terhormat dimata orang lain. Ini karena ilmu yang dimilikinya tidak digunakan dengan benar sehingga tidak terasa manfaatnya buat dirinya dan orang lain. Ciri orang yang ilmunya hanya menjadi lagu adalah ia sendiri sering tidak faham dengan pengetahuannya sendiri, tidak mengerti dengan apa yang diucapkannya dan kadang-kadang ia juga berfikir tidak ada manfaatnya “bernyanyi-nyanyi” seperti itu. Bila ada perasaannya seperti ini dalam diri kita, ini karena ilmu kita sering tanpa sadar digunakan dengan tidak benar. Orang seperti ini, jangankan orang lain, dirinya pun tidak percaya diri dengan ilmunya. Akhirnya, orang pun mendengarkannya tidak serius. Orang tahu ilmu dan pengetahuannya luas tapi orang tidak hormat padanya karena ilmunya, biasa-biasa saja. Hormatnya hanya karena kawan dan kenalan saja. Ketika ia berbicara menguraikan pengetahuannya, orang mendengarnya hanya sebuah lagu saja, terdengar nyaring tapi tidak berbekas, tidak berpengaruh, tidak dirasakan bermanfaat dan orang tidak merasa membutuhkannya. Kita harus segera introspeksi bila ilmu kita hanya berupa lagu saja.
2. Gagu Kedua, orang yang tidak menggunakan ilmunya dengan benar ia akan gagu. Gagu adalah mulut yang sulit berbicara, kelu, kalau berbicara tidak jelas. Gagu adalah orang yang berilmu tapi bicaranya susah, mau menguraikan apa yang ada difikirannya susah, bicaranya pun tidak jelas. Ia gagu dengan ilmunya sendiri. Bila dipaksakan berbicara, tidak jelas kemana, tidak jelas arah dan maksudnya, orang mengkerutkan dahinya tidak mengerti. Ada sebagian orang di sekitar kita yang kondisinya seperti itu. Itu adalah hukuman karena ilmunya sering tidak digunakan dengan benar. Ilmunya sering digunakan untuk tujuan-tujuan salah, dibisniskan, disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang rendah sehingga akibat seperti itu. Akhirnya, ia menjadi gagu dengan ilmunya sendiri.
3. Tugu Ketiga, orang yang ilmunya tidak digunakan dengan benar akan menjadi tugu. Tugu itu mati dan tontonan yang tidak menarik. Dimana-mana, tugu itu hanya monumen yang tidak menarik dipandang. Orang yang ilmunya menjadi tugu adalah orang yang ilmunya mati, tidak terdengar. Diketahui mendalami dan ahli ilmu tertentu, tapi tidak ada orang yang bertanya kepadanya tentang ilmunya. Orang tidak merasa tergerak untuk bertanya dan menggali ilmunya. Orang tidak menganggap penjelasannya akan menarik karena ketika ia sendiri menguraikan ilmunya, ia merasa susah, kesulitan dan malas menjelaskannya, dan sering tidak percaya diri. Sepertinya rendah hati padahal kurang percaya diri. Atau, ketika mencoba menguraikan pikirannya, ia kemudian membantahnya sendiri, mengoreksinya lagi sendiri karena takut terdengar salah di mata orang lain. Ilmunya ibaratnya seperti tugu, mati dan tidak berfungsi. Ia tidak hidup dan dikenal karena ilmunya. Kalau pun namanya disebut ya hanya namanya saja, atau hanya jabatannya saja, hanya penampilannya saja, hanya kegiatannya, hanya hobi dan sifatnya saja dll. “Profesor ahli apa” atau “doktor di bidang apa” tidak menonjol dan tidak jadi pembicaraan. Banyak disekitar kita orang yang ilmunya hanya tugu seperti ini. Gelarnya doktor dan profesor yang menguasai bidang ilmu tertentu tapi “tidak laku” alias tidak ada yang mengundangnya ceramah ilmiah atau menjadikannya sebagai nara sumber. Ilmunya hanya buat sendiri saja, hanya sebuah tugu. Seperti tugu, jangankan orang merasakan manfaatnya, ia sendiri mati dan tidak berfungsi.
4. Tungku Keempat ilmunya seperti tungku yang tidak ada apinya. Sifat tungku itu baru menyala bila diberi kayu bakar dan disulut dengan api dari luar. Ini adalah simbol dari ilmu yang tidak berfungsi. Baru keluar bila ditanya, baru kelihatan bila dikorek-korek. Ia sendiri susah menggunakannya, susah mengeluarkannya sendiri bila ada orang atau situasi memerlukannya. Bila tidak ditanya, atau tidak ada orang bertanya, tidak ada orang tahu bahwa ia orang yang berilmu. Orang yang ilmunya menjadi tungku, tidak bisa mengeluarkannya sendiri. Cirinya tidak bisa dan tidak suka menulis, karenanya tidak punya karya tulis yang dibanggakannya, yang kualitasnya diakui orang, yang jadi bahan pembicaraan khalayak. Kalau pun ada karya tulisnya tidak seimbang dengan gelar, posisi dan status yang disandangnya. Psikologi orang yang berilmu, biasanya tidak tahan untuk selalu menjelaskan apa yang diketahui, dilihat dan diamatinya, kemudian dituliskan untuk memberikan gagasan, memecahkan persoalan, untuk menyumbangkan ide buat masyarakat terutama bila situasi menuntutnya. Tapi karena ilmunya hanya tungku, ia dingin dengan ilmunya. Tidak ada kreatifitas untuk menulis apa yang ada difikirannya, tidak ada keninginan menjelaskan persoalan yang dilihatnya dan mengembangkan ilmu yang dimilikinya. Ia hanya bereaksi bila ditanya, bila diajak ngobrol atau diwawancara. Orang yang ilmunya jenis tugu, juga karena tanpa sadar, ilmunya sering dipergunakan untuk tujuan-tujuan salah.
5. Beku Terakhir beku. Karenanya orang yang seperti ini, ilmunya seperti es, beku tidak mencair dan tidak memberikan kesegaran pada lingkungan sekitar. Banyak orang yang ilmunya beku padahal mestinya mencair, mestinya mengalir memberikan manfaat, membasahi dan menyuburkan lingkungan sekitar. Orang yang ilmunya beku, bila ada situasi dan lingkungan memerlukan ilmu dan pengetahuannya, ia diam saja, dingin, tidak kreatif, tidak bisa bergerak. Ilmunya beku dalam otak dan fikirannya, tidak bisa mengalirkannya pada orang lain agar bermanfaat.[]
Mudah-mudahan menjadi renungan dan ada manfaatnya. Wallahu a’lam!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H