Mohon tunggu...
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung Mohon Tunggu... -

Sunan Gunung Djati adalah Harian Online Blogger Sunan Gunung Djati. Semula berawal dari Komunitas Blogger Kampus UIN SGD Bandung yang terbentuk pada tanggal 27 Desember 2007. Sejak 9 Februari 2009 dapat mengudara di Jagat Internet. Staff Redaksi: Pimpinan Umum: Ibn Ghifarie| Pimpinan Redaksi: Sukron Abdilah| Pengelola dan Keamanan Website: Badru Tamam Mifka, Zarin Givarian, Ahmad Mikail| Desain: Nur Azis| Kontributor Tetap: Pepih Nugraha (Senin-Ngeblog), Neng Hannah (Selasa-Gender), Bambang Q Anees (Rabu-Filsafat), Asep Salahudin (Kamis-Kesundaan), Afif Muhammad (Jumat-Teologi), ASM Romli (Sabtu-Media) Tim Susur Facebook: Cecep Hasanuddin, Reza Sukma Nugraha Tim Susur Blog: Amin R Iskandar, Jajang Badruzaman, Dasam Syamsudin, Dudi Rustandi. Seputar Redaksi: redaksi@sunangunungdjati.com Ayo Ngeblog, Ayo Berkarya! Selengkapnya klik www.sunangunungdjati.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anakku Totto-Chan

2 Maret 2010   02:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:40 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sunan Gunung Djati-Hari minggu adalah hari yang menyenangkan karena banyak hal bisa saya lakukan. Mulai dari bermain dengan anak-anak di rumah, beres-beres, sampai kegiatan silaturahmi dengan beberapa sahabat. Malam harinya saya sempat membaca buku Totto-chan. Buku itu belum selesai saya baca, baru tiga perempatnya saja, tapi buku itu sangat berkesan buat saya. Lima tahun lalu isi buku ini sudah pernah diceritakan seorang teman pada saya, namun membaca sendiri saat ini memberikan sensasi yang berbeda yaitu saya merasakan sesuatu yang luar biasa. Totto-chan seorang anak 7 tahun yang aktif dan cerdas. Selalu ingin tahu dan senang melakukan hal-hal baru dan penuh tantangan. Sempat dikeluarkan dari sekolah karena membuat keonaran di kelas hanya karena tertarik membuka dan menutup meja belajarnya, berbicara dengan sepasang burung wallet yang sedang membuat sarang dan memanggil pengamen jalanan untuk menyanyikan lagu mereka disamping kelasnya. Ibu guru totto-chan menganggap kejadian- kejadian yang berulang tersebut tidak bisa ditolelir lagi dalam proses belajar mengajar dan hanya akan mengganggu murid lain yang belajar. Setelah dikeluarkan Totto-chan bersekolah di Tomoe Gakuen sebuah sekolah yang unik. Sebuah sekolah yang mempergunakan gerbong kereta sebagai kelas mereka. Sebenarnya bukan hanya gerbong kereta yang membuat unik sekolah itu, justru prinsip pendidikannya. Sekolah Tomoe Gakuen menjadikan anak didik mereka sebagai subjek dalam hidupnya. Saat Totto-chan pertama kali datang ke sekolah itu, kepala sekolah menempatkan dirinya sejajar dengan Totto-chan dan memancing Totto-chan untuk mengungkapkan dirinya dengan mendengarkan semua cerita Totto-chan dengan tulus dan penuh perhatian. Waktu yang dihabiskan hampir setengah hari hanya untuk mendengar cerita seorang anak kecil yang baru dikenal. Luar biasa saya pikir, saya pun kadang merasa bosan bila anak pertama saya yang seusia Totto-chan terus bercerita tanpa mengenal waktu. Saya harus belajar banyak dari kepala sekolah ini. Kegiatan belajar di Tomoe Gakuen sangat menarik. Semua anak dibebaskan untuk memilih pelajaran apa yang ingin dipelajari. Boleh duduk di mana saja. Boleh bermain apa saja. Boleh menari dan menyanyi. Setiap anak memiliki pohon yang akan mereka rawat sebagai milik mereka. Sangat menyenangkan saya pikir. Saat itu juga terlintas pengalaman masa kecil yang saya alami dimana belajar di sekolah bukanlah hal yang menyenangkan. Saya harus memakai seragam rapi, duduk dengan manis dan belajar sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Saya pikir saat ini pendidikan seperti inilah yang sebagian besar masih diberlakukan. Memang ada beberapa sekolah yang sudah mengadopsi prinsip pendidikan seperti Tomoe Gakuen namun hanya sedikit dan itupun mahal. Kata mahal sebetulnya sangat relative tergantung dihubungkan dengan seperti apa prinsip pendidikan dan fasilitasnya. Atas dasar prinsip pendidikan seperti inilah saya memasukan anak saya ke sebuah sekolah yang paling tidak saya anggap memahami psikologis seorang anak. Sehingga anak saya tidak usah mengalami nasib malang yang dialami ibunya. Terpasung kreatifitasnya dan menjadi robot yang dikendalikan oleh guru-guru mereka. Menjadi manusia yang menyebalkan. Membaca buku Totto–chan dengan kondisi saya sebagai seorang ibu yang memiliki anak seusianya membuat buku ini serasa hidup. Sangat nyata saya rasakan. Ekspresi totto-chan adalah ekpresi anak saya sendiri. Namun sedihnya saya belum bisa bersikap seperti ibu Totto-chan yang begitu memahami anaknya. Ibu Totto-chan selalu menganggap penting apa yang dilakukan anakknya. Menghargai dan mendengarkan pendapat dan keinginan anaknya. Mempercayai keputusan yang dilakukan anaknya sambil terus membimbing dan mengarahkan. Saya saat ini kadang masih bersikap otoriter. Kurang mau mendengarkan dan menghargai suara anak saya. Bahkan beberapa saat kami terlibat perdebatan panjang dalam memutuskan suatu hal, dan bisa dipastikan sebagian besar saya yang memutuskan. Saya harus terus belajar menjadi seorang ibu. Melihat anak-anak saya sebagai seorang individu otonom dan unik. Mendengarkan mereka untuk mengetahui apa yang mereka inginkan agar saya bisa mengarahkan mereka pada hal yang baik dan benar. Merasakan kehadiran mereka sebagai anugerah yang harus saya rawat dengan sebaiknya. Agar kelak mereka bisa jadi generasi yang lebih baik dari orang tuanya saat ini. Semangat meng-ibu harus tetap dikobarkan. Semoga!!! [NENG HANNAH, Pengasuh Kolom Gender Sunan Gunung Djati yang terbit setiap hari Selasa] Blue Diamond 21 February 2010

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun