Menjelang keberangkatan ke tanah suci, masyarakat akan berbondong-bondong mendatangi rumah orang yang mau naik haji.
Dengan hujah mengadakan ’walimatu safar’ (syukuran sebelum berangkat haji), orang kampung akan diundang untuk berdoa di rumah orang yang mau berangkat haji.
Selain bagus untuk silaturahim sesama anggota masyarakat, undangan ini juga berimplikasi pada semakin termotivasinya orang lain untuk ingin naik haji.
Di hari pelepasan pemberangkatan haji, orang-orang di kampung juga akan berbondong-bondong mengantar dan melepas kepergian anggota masyarakat yang naik haji.
Situasi haru melepas kepergian tetangga naik haji sangat jelas terlihat dan dirasakan masyarakat kampung. Bahkan melepas orang berangkat naik haji seperti melepas jenazah yang mau dikuburkan. Isak tangis keluarga, sahabat dan tetangga tidak bisa dihindari.
Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa begitu tingginya apresiasi masyarakat terhadap orang yang mau naik haji.
Tentunya tidak ada yang salah dengan tradisi di kampung yang begitu mengagungkan status sosial orang yang naik haji.
Hanya saja jangan sampai niat seseorang untuk beribadah naik haji dikotori oleh tujuan naik haji karena prestise.
Berazamlah naik haji untuk ikhlas beribadah kepada Allah dan memenuhi panggilan-Nya beribadah ke tanah suci Mekkah.
Jika niat naik haji karena ingin mendapatkan status sosial yang tinggi di mata masyarakat, maka jangan menyesal kalau hajinya tidak mabrur.
Haji yang mabrur akan terlihat dari prilaku seseorang sepulang dari naik haji yaitu berprilaku menuju arah yang lebih baik.