Sunan Gunung Djati-“Ini adalah merupakan perenungan…. “ kata-kata yang diucapkan seorang penyiar radio Bandung itu menghentikan keasyikan saya dalam permainan “computer game” FIFA di komputer. Segera saya buka microsoft word dan membuka halaman baru untuk mengetik tulisan ini.
Greget! Seringkali saya alami hal itu saat mendengar penyiar atau presenter mengucapkan kata-kata berlebihan, mubazir, tidak menggunakan bahasa jurnalistik dan baku dalam siarannya. Yang saya permasalahkan adalah ungkapan “adalah merupakan”. Itu pemborosan kata!
“Adalah” maknanya sama dengan “merupakan”. So, pilih salah satu, adalah atau merupakan. Jangan dua-duanya! Pemborosan tu namanya. Sama kasusnya dengan kata-kata “dan juga”. “Dan” dan “juga” maknanya sama. Misal, “saya dan juga dia”. Mengapa sih tidak gunakan “saya dan dia” atau “saya juga dia”? Latah pisan nya. Gemes saya mah da….!
Poin saya adalah mari gunakan kata sehemat mungkin dalam siaran atau dalam menulis. Ingat, kita dibatasi ruang dan waktu, halaman dan durasi. Selain itu, kian singkat kalimat kita ucapkan, makin menarik terdengarnya. Jelasnya, dalam kasus ini, gunakan “ini adalah perenungan…” atau “ini merupakan perenungan”, bukan “ini adalah merupakan perenungan…”!
Sebelum ini, saya nyaris saja kembali menulis tentang “sementara itu” yang masih sering dipakai oleh wartawan dalam menulis berita. Kata-kata itu biasa digunakan untuk sebagai “kata perangkai”, coupling pin, peralihan dari satu isu atau tema ke isu lainnya. Contoh, “Chelsea mengalahkan Man. City 3-1. Sementara itu, AC Milan kembali menelan kekalahan”. Lebih baik, “Chelsea mengalahkan Man. City 3-1. Di Liga Italia, AC Milan kembali menelan kekalahan”.
Wahai rekan penyiar dan wartawan, yuk kita berhemat kata. Pegang teguh prinsip “ekonomi kata” (economy of word). “Adalah merupakan” jangan kita gunakan sekaligus. Pilih salah satunya, adalah atau merupakan. Sama kasusnya dengan “dan” serta “juga”. Jangan gunakan “dan juga”, tapi gunakan salah satu, “dan” atau “juga”.
Wahai pengawas bahasa Indonesia (ada gak ya?), tolong dong tertibkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam siaran atau tulisan di media massa. Media ‘kan pendidik bangsa juga.
Lalu, bagaimana dengan gaya bahasa yang saya gunakan dalam tulisan ini? Ngaco juga kan? Tunggu, jangan emosi dulu, ini gaya bahasa blog bung! Tulisan di blog tuh sifatnya privat, pribadi, obrolan ringan dan santai, meski seringkali materinya berat dan serius. Blog ‘kan ibarat buku harian (jangan disingkat, kalo disingkat jadi BH, nanti dijerat UU Pornografi deh… he he..).
Akhirulkaman, tulisan ini adalah merupakan… eh… jadi latah nih. Diulang ah, tulisan ini sekadar masukan bagi kita-kita yang ngelakonin dunia siaran dan jurnalistik. Ganyang ungkapan “adalah merupakan”! He he… Wasalam. (www.romeltea.com).* [ASM ROMLI, Pengasuh Kolom Jurnalistik Sunan Gunung Djati yang terbit setiap hari Sabtu]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H