Pilkada serentak 2024 telah usai. Hasil rekapitulasi suara resmi kabarnya akan diumumkan serentak oleh KPU pada 15 Desember 2024. Tapi sebagian kubu meyakini bahwa terdapat anomali pada Pilkada serentak 2024 yang meninggalkan jejak "pegal hati" bagi kubu yang kalah.Â
Suatu prasangka atas adanya kecurangan dan keberpihakan negara pada salah satu kubu melalui bantuan sosial, endorse presiden dan mantan presiden serta mobilisasi asn dan keterlibatan kepolisian dalam mendukung pemenangan, yang membuat kubu lainnya "pegal hati" dan identik dengan "pegal linu".Â
Itulah yang menjadi penyebab parcok atau partai cokelat merambah dunia politik. Sebab diduga sebagai penyebab kekalahan salah satu kubu yang kemudian memunculkan rasa nyeri, kaku dan tidak nyaman (pegal linu) dalam konteks rasa nyeri, kaku dan tidak nyaman (pegal hati) politik. Sebuah atribusi yang digunakan untuk menguatkan eksistensi, posisi dan legitimasi kelompok yang kalah agar keberpolitikannya tetap berpeluang besar di masa depan. Â Â Â
Pegal linu sering diartikan sebagai sekumpulan rasa nyeri, kaku, atau tidak nyaman yang bisa terjadi di tangan, kaki, punggung, bahkan di sekujur tubuh. Saat mengalami pegal linu, biasanya seseorang jadi tidak bebas bergerak dan beraktivitas. Sejak dulu kala, orang yang mengalami pegal linu biasa mengatasinya dengan menggosokkan cairan parcok alias "param kocok".
Param kocok merupakan obat gosok berbahan herbal tradisional terbuat dari ekstrak rempah seperti minyak gondopuro, kayu putih, minyak sereh, jahe, dan lengkuas yang berkhasiat untuk membantu meredakan pegal, nyeri sendi dan otot,serta meredakan bengak dan gatal akibat gigitan serangga.
Berbagai obat untuk meredakan dan menyembuhkan pegal linu sekarang tidak sebatas pada obat-obat gosok semacam param kocok, ada jenis obat luar untuk meredakan pegal linu seperti koyo (patch transdermal)Â atau obat minum berupa tablet atau kapsul untuk pereda atau penghilang nyeri. Walaupun begitu, obat gosok masih banyak digunakan oleh sebagian besar orang. Lantas apa kaitan pegal linu dan param kocok dengan dunia politik?Â
Pegal linu dan param kocok atau parcok yang dimaksud di sini sebatas metafora untuk narasi parcok atau partai cokelat yang dibangun oleh kubu yang kalah atas hasil yang mereka terima. Istilah "Partai Cokelat" pertama kali mencuat ketika Yoyok Riyo Sudibyo, anggota DPR RI Fraksi NasDem, mengungkapkan pandangannya dalam rapat bersama Menteri Pertahanan dan Panglima TNI.
Menurut Yoyok, netralitas TNI sangat baik, tetapi demokrasi Indonesia yang brutal membutuhkan tindakan tegas terhadap penyimpangan seperti politik uang dan kampanye hitam. Ia menyebut "Partai Cokelat" sebagai fenomena baru yang terkait dengan Pilkada 2024. Istilah ini digunakan untuk mengkritik penyimpangan dalam proses demokrasi, yang dinilai mengarah pada pembentukan kekuasaan otoriter.
Narasi partai cokelat atau parcok mengarah pada oknum kepolisian yang diduga terlibat dalam memenangkan calon tertentu di Pilkada. Tetapi sejatinya untuk dunia politik, kepolisian harus senantiasa bersikap netral, tidak memihak dan berkewajiban mengayomi, menetramkan dan menertibkan semua kubu.Â
Dalam hal ini, fungsi dan manfaat kepolisian yang dinarasikan sebagai parcok semestinya diposisikan positif dan sesuai dengan fungsi dan manfaat parcok dalam konteks param kocok, sama-sama meredakan sekumpulan rasa nyeri, kaku atau tidak nyaman. Sehingga istilah atau narasi partai cokelat pada kepolisian tetap berada pada posisi netral atau tidak memihak, dan mampu meredakan sekumpulan rasa nyeri, kaku dan tidak nyaman, yang menimbulkan pegal hati akibat perlakuan negatif dalam politik.