Pernikahan dalam Tanda Kutip
Data angka perkawinan turun. Sementara data lainnya yang juga terkait dengan pernikahan dalam tanda kutip malah kian terekspos hingga menjadi tren. Pernikahan dalam tanda kutip ini banyak dilakukan dan terjadi di masyarakat. Tetapi pernikahan jenis ini tidak terakumulasi sebagai data yang tercatat resmi.Â
Sebab selain terganjal masalah hukum, pernikahan dalam tanda kutip juga menabrak moral, agama, norma, nilai hingga budaya. Di samping itu, ada pula pernikahan di luar kelaziman yang tak patut disebut sebagai pernikahan. Di antara pernikahan dalam tanda kutip yang secara pasti tidak akan tercatat di Indonesia, misalnya nikah siri, nikah bawah tangan, self-marriage atau solo wedding, pernikahan sejenis, nikah kontrak atau kawin kontrak dan beberapa jenis zigzag marriage.
Zigzag marriage sebenarnya adalah jenis pernikahan yang seringkali dilakukan dan terjadi di masyarakat. Tetapi untuk beberapa kasus, zigzag marriage tidak tercatat secara resmi karena tak bisa menembus benteng penghalangnya. Zigzag (bahasa Inggris) dapat diartikan sebagai gerakan ke kiri dan ke kanan secara bergantian, berkelok-kelok atau berliku-liku.Â
Bagi setiap pasangan kekasih yang ingin menikah atau bukan kekasih lewat jalan perjodohan, keputusan menikah seringkali menemui jalan berliku. Walaupun pada akhirnya, pilihan atau keputusan menikah tetap kembali pada individunya masing-masing, tetapi banyak pernikahan gagal dilaksanakan karena adanya perbedaan-perbedaan yang timpang dan/atau tidak adanya persetujuan dari pihak keluarga, orang terdekat bahkan penolakan yang juga bisa datang dari masyarakat.
Ketimpangan-ketimpangan perbedaan yang menghambat pernikahan ini berikutnya menjadi jalan perjuangan yang berat, sulit, dan penuh liku bagi tiap pasangan untuk bisa sampai ke titik temu dalam ikatan pernikahan. Perbedaan-perbedaan yang timpang itu bisa datang dari perbedaan status sosial, ekonomi, etnis, suku, ras, agama, budaya, intelektualitas, usia, wajah dan fisik. Â
Salah satu contoh pernikahan zigzag marriage dengan perbedaan usia yang sangat timpang yang pernah terjadi dan sempat menghebohkan publik adalah kasus pernikahan seorang laki-laki yang dikenal dengan panggilan Syekh Puji. Pada Agustus tahun 2008, Pujiono yang berusia 43 tahun menikahi Lutfiana Ulfa (12), bocah yang baru lulus dari Sekolah Dasar (SD) secara agama sebagai istri keduanya. Pujiono Cahyo Widianto atau yang lebih dikenal dengan panggilan Syekh Puji memiliki Pondok Pesantren Miftakhul Jannah putra-putri, sekaligus seorang pengusaha yang bergerak di bidang kerajinan kaligrafi.Â
Pernikahan itu menuai kontroversi dan sejumlah penolakan. Selain perbedaan usia yang sangat timpang, dari sisi hukum, usia Lutfiana Ulfa saat itu tergolong telah melanggar Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. Tetapi ketimpangan perbedaan usia pernikahan tanpa pelanggaran hukum juga banyak terjadi. Penolakan pernikahan dengan perbedaan ketimpangan usia seringkali tidak hanya berdasar hukum, melainkan juga faktor lain dan budaya.
Jenis-jenis zigzag marriageÂ
Perbedaan-perbedaan yang timpang kemudian menjadi alasan kompleks bagi banyak pasangan untuk tetap melanjutkan dengan segala risikonya atau membatalkan keinginan menikah karena terhambat oleh perbedaan-perbedaan tersebut. Inilah yang lalu dapat disebut sebagai fenomena pernikahan zigzag atau "zigzag marriage". Beberapa jenis pernikahan yang tergolong zigzag marriage antara lain:Â