Pilkada Threshold. "Kawal Putusan MK!". Ini pesan yang terkandung dalam gambar burung garuda biru dengan latar belakang tulisan 'Peringatan Darurat'.Â
Ketika Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang seharusnya menjadi kabar gembira bagi sejumlah partai hendak ditolak oleh Baleg DPR dengan revisi UU pilkada.Â
Oleh karena itu rakyat bersuara melalui media sosial dan menyatakan Indonesia gawat darurat.Â
Pernyataan tersebut terkandung lewat pesan 'peringatan darurat' untuk mengawal putusan MK yang bersifat final dan mengikat bagi semua, ternyata coba diakali, diabaikan dan akan dianulir Baleg DPR.Â
Suara rakyat yang ditujukan untuk mengawal putusan MK kemudian bukan sekadar berbagi pesan di media sosial, tetapi dibuktikan dengan aksi turun ke jalan. Mahasiswa dan masyarakat dari berbagai elemen berkumpul, berorasi dan menuntut agar DPR tidak melawan dan mengubah putusan MK Nomor 60.
Tak hanya di Jakarta, aksi mengawal putusan MK juga terjadi di Yogyakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya. Sejumlah figur publik bahkan ikut berorasi di depan gedung DPR.Â
Menyikapi aksi massa yang kian tak terbendung, yang oleh salah seorang politisi disebut sebagai kegaduhan, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan revisi UU Pilkada batal dilaksanakan. Ia menegaskan bahwa aturan pendaftaran Pilkada pada 27 Agustus 2024 mendatang tetap mengacu pada putusan MK terbaru.
Akan tetapi, poin mendasar dari pesan Indonesia gawat darurat bukan sekadar penegasan melainkan juga pengakuan bahwa apa yang telah telanjur menyebar di media sosial tentang penggunaan UU Pilkada berdasarkan putusan MK, yang dilawan atau ditolak DPR dan akan merujuk pada putusan MA adalah proses yang keliru. Â
Terlebih informasi yang diterima oleh masyarakat bahwa mayoritas fraksi di DPR lebih condong untuk merujuk pada putusan MA diambil secara voting. Informasi lainnya mengatakan bahwa batalnya pengesahan revisi UU Pilkada ini karena hanya dihadiri 176 orang anggota DPR sehingga tidak memenuhi persyaratan kuorum karena kurang dari 50 persen plus 1 dari total jumlah anggota DPR yang sebanyak 575 anggota.Â
Sehingga batalnya revisi UU Pilkada tidak memberi kesan pernyataan bahwa rencana DPR menganulir putusan MK dan tetap akan merujuk pada putusan MA bukanlah karena kekeliuran atau mengakui putusan MK, melainkan karena mekanisme kuorumnya tidak memenuhi syarat dan kencenderungan demi menghentikan suara rakyat di luar gedung DPR, yang dinilai sebagai kegaduhan.Â