Namun jika menelisik lebih dalam pada bunyi gugatan yang diajukan, cenderung pada konteks kecurangannya, bukan pada perolehan jumlah suara atau kemenangan suaranya. Meskipun kecenderungan tersebut tentu saja akan mengarah pada perolehan jumlah suara atau kemenangan atas suaranya.
Sejak sidang atas Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden pertama digelar pada hari Rabu, 27 Maret 2024 hingga akhirnya hasil keputusan MK dikeluarkan pada 22 April 2024 , sebagian besar masyarakat menantikan hasil keputusan yang ternyata menyatakan bahwa MK memutuskan menolak seluruh permohonan yang diajukan Capres-Cawapres Nomor urut 01 serta Capres-cawapres Nomor Urut 03.
Maka dengan keputusan tersebut pasangan nomor urut 02 dinyatakan sah sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk periode 2024-2029. Tapi apakah gugatan yang diajukan pasangan nomor urut 01 dan nomor urut 03 atas poin-poin kecurangan untuk mendapatkan keadilan terbukti ditentukan oleh pemenang seperti apa yang terjadi pada keadilan bagi pemenang perang saat menyatakan bersalah, mengadili dan mengeksekusi pihak yang kalah meski belum atau tidak terbukti salah?
Berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara secara keseluruhan oleh KPU pada 20 Maret 2024, pasangan Capres dan Cawapres Nomor Urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi pemenang kontestasi Pilpres 2024 atas dua pasangan calon lainnya. Konteks kemenangan itu tentu saja tidak bisa menjadi penentu keadilan bagi yang kalah ketika gugatan terkait kecurangan pemilu diajukan oleh kubu yang kalah. Sebab faktanya, keadilan akan dan telah ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Uniknya, bila mencermati hasil putusan MK Terkait dengan pendapat berbeda (dissenting opinion), Yusril menyebut pendapat berbeda atau dissenting opinion tiga hakim konstitusi tak memengaruhi putusan perselisihan hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Menurutnya, Putusan MK tetap menolak gugatan yang dimohonkan pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar; maupun capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Di sisi lain, menurut anggota DPR RI Hidayat Nur Wahid, “Adanya tiga hakim MK yang menyatakan dissenting opinion dari total delapan hakim yang memutus perkara itu jumlahnya cukup banyak. Sehingga menunjukkan bahwa ada banyak hal bermasalah yang perlu diperbaiki, demi peningkatan kualitas penyelenggaraan dan hasil pemilu ke depan, termasuk pilkada serentak beberapa bulan yang akan datang,”
Sementara informasi terkait hasil putusan MK didasarkan oleh 5 (lima) hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak Permohonan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa pilpres 2024, sedangkan tiga hakim menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Putusan sidang MK kemudian diputus dengan suara terbanyak. Perbandingan hakim yang menolak PHPU atau sengketa pilpres 2024 dengan hakim yang menyatakan pendapat berbeda adalah 5:3.
Maka berdasarkan informasi tersebut, ternyata keadilan ditentukan oleh suara terbanyak sehingga konteksnya keadilan ditentukan oleh pemenang, selaras dengan kemenangan kubu 02 yang telah memenangkan kontestasi pilpres 2024 setelah mendapatkan perolehan suara terbanyak jauh di atas perolehan suara yang diraih oleh kubu 01 dan kubu 03 yang kalah, dan mengajukan gugatan ke MK untuk mendapatkan keadilan.
***
Referensi